Kamis, 13 November 2014
Selasa, 11 November 2014
MENGUJI KONSTITUSIONALITAS NORMA KEWENANGAN KPU DALAM MENYELENGGARAKAN PILKADA
Dasar
Penyelenggaraan Pilkada langsung saat ini berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2014 yang
mencabut UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pilkada melalui mekanisme Perwakilan
(DPRD). Namun dengan keluarnya perpu ini semakin membuat Lembaha penyelenggara
pilkada yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) semakin kehilangan
konstitusionalitasnya dalam menangani menyelenggarakan pilkada.
Pengaturan
tentang Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Konstitusi terdapat pada Pasal 22E
ayat (5) yang berbunyi :
“Pemilihan
Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri”.
Sementara
pengaturan Pemilu dalam konstitusi yang terdapat pada Pasal 22E ayat (1)
mengatakan :
“Pemilihan
umum dilaksanakan secara langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil setiap
lima tahun sekali”
Selanjutnya
pada ayat (2) dikatakan bahwa :
“Pemilihan
Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan perwakilan Rakyat
Daerah”
Jika
kita melihat pada Pasal 22E ayat (5) dan dikaitkan dengan Pasal 22E ayat (1) dan
ayat (2) dapat dikatakan bahwa KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri,
dibentuk untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali, untuk
memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan wakil Presiden, dan DPRD.
Terkait
dengan sifat KPU yang Nasional, tetap dan mandiri, diatur pada UU No. 22 Tahun
2007 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara
Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai
lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen.
Dalam
Pasal 5 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2011 dikatakan bahwa “KPU, KPU Provinsi, dan
KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis.” Dan pada ayat (2) dikatakan bahwa “KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat tetap”.
Maka
jika kita mengacu pada aturan dalam Konstitusi dan UU tentang Pemilihan Umum
dapat disimpulkan bahwa Keberadaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten Kota
adalah merupakan organ Pemilu yang bersifat hirarkis, nasional, tetap dan
mandiri untuk menyelenggarakan Pemilu.
Hal
itu sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 072-073/PUU-II/2004 telah
menyatakan bahwa pertanggungjawaban KPUD kepada DPRD dinyatakan bertentangan
dengan Konstitusi dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sehingga berdasarkan putusan ini menjadikan istilah KPUD tidak lagi digunakan
dan diganti dengan KPU Provinsi, KPU Kabupaten dan Kota, dan menjadikan posisi
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota murni sebagai organ Pemilu yang Nasional,
Mandiri dan Tetap.
Tercabutnya
legal standing KPU dalam menyelenggarakan Pilkada semakin diperkuat dengan
disahkannya UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pilkada Perwakilan pada tanggal 26
september 2014. Pada Pasal 70 dikatakan :
“Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua ketentuan mengenai tugas, wewenang
dan kewajiban penyelenggara pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.”
Dengan
dicabutnya semua ketentuan pengaturan tentang penyelenggaraan pilkada dari UU
No. 15 Tahun 2011 tentang pemilu, semakin menegaskan legal standing KPU hanya
untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum yang hanya untuk menyelenggarakan pemilihan
DPR, DPD, Presiden danWakil Presiden serta DPRD.
Walaupun
kemudian UU No. 22 Tahun 2014 ini dicabut oleh Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang
Pilkada langsung, tidak berarti apa yang telah dicabut oleh Pasal 70 UU No. 22
Tahun 2014 hidup kembali, karena dalam Lampiran kedua UU No. 12 Tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dikatakan bahwa :
“Peraturan
Perundang-undangan atau ketentuan yang telah dicabut, tetap tidak berlaku,
meskipun Peraturan Perundang-undangan yang mencabut di kemudian hari dicabut
pula.”
Maka
berdasarkan pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan Pilkada oleh
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota adalah bertentangan dengan Konstitusi.
Diperkuat dengan mengacu pada Putusan 97/PUU-XI/2013 Mahkamah Konstitusi memutuskan
bahwa Pilkada bukan merupakan bagian “Rezim” Pemilihan Umum oleh karenanya
penyelenggaraan Pilkada baik diselenggarakan secara langsung maupun secara
perwakilan (DPRD) jika menggunakan KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dalam
menyelenggarakannya adalah bertentangan dengan UUD 1945.
Langganan:
Postingan (Atom)