Pengaturan
mengenai ambang batas Partai politik mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (Presidential Thrashold) dalam Pemilihan Umum Presiden tahun 2014 adalah
menggunakan dasar hukum Pasal 9, UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden yang berbunyi :
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan
kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh
25% (dua puluh lima persen)dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR,
sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.”
Jika
kita mengacu pada UUD 1945, pasal 6A ayat (2) berbunyi :
Pasangan calon presiden dan wakil Presiden diusulkan
oleh Partai Politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum
pelaksanaan pemilihan umum
Sementara
pengertian Pemilihan Umum dalam UUD 1945, pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) berbunyi
:
“Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”.
ayat
(2) berbunyi :
“Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah”.
Artinya,
jika mengacu para Konstitusi Republik Indonesia, pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden berdasarkan pasal 6A ayat (2) dapat diusulkan sebelum pelaksanaan
pemilihan umum, dimana pelaksanaan pemilihan umum yang konstitusional
berdasarkan pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) adalah diselenggarakan lima tahun
sekali, yang kemudian ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Pelaksanaannya
pemilu diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden
dan Wakil Presiden dan DPRD.
Oleh
karena pelaksanaan Pemilihan Umum diselenggarakan secara serentak, baik
Legislatif maupun Eksekutif, maka otomatis seharusnya penerapan pasal 9 UU No.
42 Tahun 2008 sudah tidak relevan lagi diterapkan, sehingga seharusnya MK pun
membatalkan Pengujian Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres walaupun
pemberlakuannya akan diberlakukan mulai tahun 2019 dan untuk seterusnya agar
selaras dengan putusan MK tentang pemilu Serentak.
Terlepas
dari perdebatan penundaan pemberlakuan putusan MK tentang Pemilu Serentak
ditahun 2019, secara Konstitusional MK telah memutuskan bahwa penyelenggaraan
pemilu yang konstitusional adalah diselengarakan secara serentak, artinya saat
ini kita memaklumi dan bertahan tetap menyelenggarakan pemilu (Legislatif dan
Eksekutif) yang tidak serentak, walaupun itu adalah proses yang
Inkonstitusional.
Terkait
dengan pendapat mahkamah yang menyatakan penyelenggaraan pemilu yang
konstitusional adalah secara serentak dengan mendasarkan pada pasal 22E ayat
(1) UUD NRI Tahun 1945, artinya penerapan pasal mengenai Presidential Thrashold
yang diatur pada pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008 tentang pilpres bertentangan
dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, karena konstitusi mengamanatkan
pasangan calon presiden dan wakil presiden diusilkan oleh Partai Politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilu.
Penulis :
Victor Santoso Tandiasa (VST)
Ketua Umum FKHK
Penulis :
Victor Santoso Tandiasa (VST)
Ketua Umum FKHK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar