Penulis :
Kurniawan
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul
Aktivis Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ)
A.
Gagasan
HAM Dalam UUD 1945 Naskah Asli-Amandemen ke-4
Di
dalam perjalanannya, gagasan mengenai HAM penuh dengan perdebatan baik
dikalangan tokoh maupun dikalangan akademisi. Berikut sekilas perjalanan
mengenai gagasan HAM yang termaktub didalam UUD 1945.
· UUD 1945 naskah asli tidak
mengatur secara eksplisit bab HAM didalamnya, didalam UUD 1945 naskah asli
hanya mengatur bab warga negara yang di anggap oleh beberapa tokoh seperti moh.
Hatta dan M. Yamin belum berkaitan dengan konsep HAM.
· UUD 1945 Amandemen-1 juga
tidak mengatur secara eksplisit ketentuan mengenai bab HAM didalam UUD 1945
amandemen 1
· UUD 1945 Amandemen-2
barulah masuk ketentuan mengenai bab HAM didalam UUD 1945 sebagai konsekuensi
moral negara hukum
· UUD 1945 Amandemen ke-3
dan Amandemen ke-4 ketentuan mengenai konsep HAM tidak
ada yang berubah.
Artinya gagasan
mengenai konsep HAM masuk dan termaktub secara eksplisit didalam UUD 1945
dimulai sejak amandemen ke-2 pada saat itu Prof. Amien Rais sebagai ketua MPR.
1. Beberapa
Permasalahan Setelah Adanya Gagasan HAM Masuk didalam UUD 1945 dan
Penerapannya.
Gagasan
mengenai HAM merupakan salah satu unsur dari Negara yang menganut demokrasi
maupun konsep Negara hukum. Sehingga pada saat amandemen ke-2 UUD 1945
dimasukkanlah gagasan mengenai HAM, namun ketika gagasan itu masuk banyak
timbul permasalahan yang menerpa NKRI. Timbul pertanyaan, apakah gagasan HAM tidak
cocok terhadap kehidupan bangsa Indonesia yang plural dan menjunjung tinggi
asas kekeluargaan atau apakah gagasan HAM yang diterapkan belum mempunyai
konsep yang jelas sesuai dengan filosofis dan historis bangsa Indonesia ? The
founding fathers yaitu Soekarno dan Soepomo pun tidak menghendaki paham HAM
masuk didalam UUD 1945, karena menurut beliau paham HAM merupakan paham yang
mengutamakan individualisme yang tidak cocok dengan konsep Negara Integralistik
seperti NKRI. Berikut adalah permasalahan-permasalahan yang terjadi akibat
penerapan gagasan HAM yang tidak mempunyai karakter dan konsep yang jelas.
· Pengkotak-kotakan
didalam Tubuh NKRI
Dengan
masuknya gagasan mengenai HAM khususnya kebebasan di pasal 28 yang menyatakan
“kemerdekaan berserikat dan berkumpul”. Ini yang menyebabkan banyak sekali
Organisasi-organisasi di Indonesia yang memiliki kepentingan dan latar belakang
berbeda-beda. Bahkan organisasi yang mengatas namakan suku kini menjamur.
Artinya telah terjadi pengkotak-kotakan terhadap suku yang ada di Indonesia
sehingga menimbulkan sikap primordialisme. Bahan ormas-ormas kini menjadi hal
yang menakutkan bagi masyarakat karena seringnya bentrok dan meresahkan warga.
Ketika ormas terkait sudah beberapa kali melakukan tindakan anarkis dan
meresahkan warga dan pemerintah ingin membubarkan ormas tersebut, ormas
tersebut akan berlindung pada pasal 28 UUD 1945 yang sebenarnya Ormas tersebut
pun telah melanggar atau menyalahi ketentuan pasal 28 J UUD 1945.
· Organisasi
yang orientasinya merugikan Negara
Tidak
dipungkiri dengan banyaknya ormas, LSM, atau pun partai politik masyarakat dan
pemerintah tidak dapat mengetahui orientasi atau kepentingan organisasi
tersebut. Justru hal ini yang dapat membahayakan dan merugikan NKRI. Salah satu
Contoh, kini banyak sekali partai politik namun sedikit yang lolos verifikasi
KPU. Namun partai politik tersebut masih tetap bertahan walaupun kader
partainya tidak menduduki jabatan dilegislatif dan eksekutif. Artinya orientasi
atau kepentingan dari sekian partai politik kecil yang jumlahnya sangat banyak
adalah mencari uang. Karena partai politik merupakan lembaga non pemerintah
yang mendapatkan kucuran dana dari APBN. Sudah jelas terlihat disini Negara
dirugikan dari segi perekonomian.
· Bentrok
Antar Ormas
Banyak sekali
media-media yang menayangkan konflik-konflik horizontal belakangan ini.
Masyarakat dibuat resah oleh tingkah laku ormas dan masyarakat mendesak meminta
pemerintah untuk membubarkan ormas-ormas yang selalu membuat keributan. Namun
upaya pemerintah menemui jalan buntu karena terbentur dengan pasal 28 UUD
1945.Ini lah realita yang terjadi. Ormas terkait dalam hal ini tidak memahami
ketentuan pasal 28 J yang mana berkewajiban untuk menjaga ketertban umum.
Karena seharusnya hak dan kewajiban harus berjalan seimbang.
· Terjadinya
Dualisme Organisasi
Tentunya kita telah
mendengar organisasi atau asosiasi gubernur se-Indonesia. Para Gubernur yang
mewakili provinsi-provinsi yang ada di Indonesia membuat asosiasi dengan
berlandaskan pasal 28 UUD 1945. Namun permasalahannya adalah didalam asosiasi
tersebut memiliki ketua yang membawahi anggota-anggotanya. Artinya
Gubernur-gubernur yang menjadi anggota haruslah tunduk kepada ketua yang juga
seorang gubernur. Jika kita cermati secara tidak lagsung bahwa posisi ketua
dalam asosiasi gubernnur se-Indonesia sejajar dengan Presiden. Apabila ini
dbiarkan akan menjadi bom waktu tentunya bagi keutuhan NKRI. Ini hanyalah salah
satu contoh ketidakjelasan organisasi.
Dalam
hal ini, penulis bukanlah antipati terhadap gagasan HAM, namun ketidak jelasan
konsep dan prinsip HAM yang diterapkan di Indoensia, sehingga menjadi
permasalahan yang sangat serius demi keberlangsungan dan keutuhan NKRI. Bandingkan
ketika gagasan HAM belum diatur didalam UUD 1945, konflik-konflik yang berbau
SARA dan konflik-konflik antar ormas lebih jauh sedikit dibandingkan pasca
gagasan HAM itu dimasukkan, dikarenakan paham HAM merupakan penjawantahan dari
paham Individualisme yang berbeda dengan kultur kita dan pada prakteknya
ketidak jelasan penerapan HAM di Indonesia berujung pada Individualisme yang
sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang mengutamakan asas kekeluargaan
dan berakhir pada konflik-konflik horizontal.
2. Konsep dan Prinsip HAM Dalam
perspektif Pancasila yang Ideal Dalam lingkar NKRI
Dalam
pembahasan ini, penulis mencoba memberikan sebuah gagasan atau solusi mengenai
konsep HAM dalam perspektif Pancasila yang ideal dalam lingkar NKRI. Beberapa
gagasan atau solusi tersebut diantaranya adalah Prinsip HAM Integralistik, dan Amandemen pasal 28 UUD 1945.
· Prinsip
HAM Integralistik
Paham
Negara Integralistik merupakan paham Negara yang mengutamakan kesatuan bangsa
dan keutuhan negara. Paham Negara Integralistik ini merupakan penjawantahan
dari nilai-nilai Pancasila yang tercermin dalam sila ke-3. NKRI adalah salah
satu negara yang menganut sistem Negara Integralistik. Artinya ketika gagasan
HAM masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia perlu adanya
filterisasi terhadap gagasan HAM yang mana gagasan tersebut muncul pertama kali
di Eropa yang jelas berbeda secara filosofis dan historis kehidupan bangsa
Indonesia. Pertanyaannya lalu dengan apakah kita memfilter gagasan HAM yang
masuk ke dalam aspek kehidupan bangsa Indonesia ? Jawabannya adalah cukup
memfilter gagasan HAM dengan falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Jika
kita cermati gagasan HAM yang masuk dari Negara Eropa merupakan bentuk nilai
atau paham Individualisme yang tentunya bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila khusunya sila ke-3. Artinya gagasan HAM haruslah memiliki pondasi
atau landasan dalam penerapannya, agar tidak terjadi ketidak jelasan dalam
penerapannya seperti yang kita alami saat ini. Prinsip yang amat penting dalam
penerapan di Indonesia adalah persatuan
dan kesatuan negara. Artinya selama individu atau golongan tersebut
menggunakan hak asasinya dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan negara
serta dapat menjaga keamanan dan ketertiban umum, ini yang dibenarkan, namun
apa bila salah satu individu atau golongan menggunakan hak asasinya dengan
tidak menjunjung persatuan dan kesatuan negara serta tidak dapat menjaga
keamanan dan ketertiban umum yang berdampak meresahkan masyarakat yang tidak dibenarkan,
maka HAM yang dimiliki individu atau golongan tersebut tidak berlaku lagi.
Contoh ormas yang berulang kali terlibat bentrok dengan ormas lain dan selalu
berbuat anarkis harus segera dibubarkan dan individu-individu yang menjadi
oknum tersebut tidak lagi memperoleh hak mendirikan ormas atau organisasi demi
persatuan dan kesatuan negara serta keamanan negara dan ketertiban umum. Ini
lah gagasan HAM yang ideal bagi NKRI karena sesuai dengan filosofis dan
historis bangsa Indonesia
· Amandemen
pasal 28 UUD 1945
Di dalam pasal 28 UUD
1945 di antaranya menyatakan kemerdekan untuk berserikat dan berkumpul. Pasal
ini yang kerap kali di salah tafsirkan oleh para organisasi atau ormas.
Sehingga ormas yang membuat anarkis dan mengganggu ketertiban umum ketika ingin
dibubarkan selalu berlinding pada pasal 28 UUD 1945 ini. Jika kita jeli, bahwa
ada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban asasi, yaitu pasal 28 J UUD
1945. Dalam pasal 28 J tersebut dengan jelas dinyatakan bahwa didalam ayat 1 “
Setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara”, di dalam ayat 2 “ Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Jelas
sudah bahwa gagasan HAM didalam UUD 1945 sebearnya dibatasi dengan pasal 28 J.
Artinya setiap orang atau golongan yang melakukan tindakan anarkis yang
berdampak kepada mengganggu kemanan dan ketertiban umum merupakan pelanggaran
HAM terhadap masyarakat yang merasa terusik dengan individu atau golongan yang
bertindak anarkis. Dalam hal ini pemerintah sebenarnya dapat memberikan sanksi
terhadap individu dan membekukan atau membubarkan ormas yang bertindak anarkis
atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Perlu
langkah konkrit yang berlandaskan hukum dalam memperkuat prinsip Negara
Integralistik yaitu dengan menambah
kalimat atau ayat didalam pasal 28 UUD 1945 agar penafsirannya menjadi
lebih jelas dan pasti. Inti dari
penambahan kalimat atau ayat pada pasal 28 UUD 1945 adalah bahwa setiap orang
atau golongan yang bertindak menyalahi sesuai ketentuan pasal 28 J dikenakan
sanksi. Sanksi tersebut berbeda antara individu dengan kelompok. Jika individu
sanksinya bisa berupa sanksi pidana dan jika golongan dalam hal ini ormas
sanksinya bisa berupa pembubaran.
Dengan
demikiantidak ada lagi alasan berlindung pada pasal 28 bagi ndividu atau
ormas-ormas yang menyalahi ketentuan pasal 28 J UUD 1945 serta gagasan HAM
menjadi lebih terkonsep sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar