Air
merupakan sumber kebutuhan pokok mannusia yang di karunia oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Pemanfaatan air haruslah digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan hajat
hidup orang banyak. Oleh sebab itu, maka air, bumi, dan sumber daya alam yang
terkandung didalamnya sudah seharusnya dikuasai oleh Negara untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil, guna memenuhi kebutuhan
kehidupan sehari-hari. Negara harus berperan dalam memenuhi kebutuhan air bagi
rakyatnya secara adil. Karena Negara memiliki kewenangan dalam hal menguasai
air, bumi, dan sumber daya alam yang terkandung didalamnya. Negara Kesatuan
republic Indonesia merupakan Negara yang terdiri darai ribuan puau-pulau yang
terbesar didunia. Limpahan air yang berlimpah dirasa sangatlah cukup untuk
memenuhi kebutuhan masyarakatnya baik kini dan masa yang akan datang. Tetapi
untuk memenuhi kebutuhan air , khususnya air minum untuk jangka waktu yang
sangat panjang dibutuhkan manajemen pengelolaan air yang layak dan
berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.
Belakangan
ini persoalan mengenai air di DKI Jakarta menjadi isu yang sangat menarik kita
cermati. Persoalan kualitas air yang buruk, tarif air yang relative mahal, dan
persoalan-persoalan lainnya. Pengelolaan air minum di DKI Jakarta dikelola oleh
pihak swasta sebagai mitra PAM Jaya dalam memenuhi kebutuhan air minum di DKI
Jakarta Bahkan Sementara itu, penandatanganan kontrak dilakukan pada 6 Juni
1997 untuk masa konsesi 25 tahun, mulai 1 Februari 1998 hingga 31 Januari 2023.
Dua operator asing tersebut adalah PT. Palyja dan PT. Aetra. Mereka ditunjuk
langsung untuk menyediakan air minum bagi warga Jakarta. Namun, hasil kerja
sama itu justru telah merugikan PAM Jaya. Pasalnya, kerja sama ini diperkirakan
akan menimbulkan utang sebesar Rp 18,2 triliun kepada dua operator. Kerugian
tersebut tentunya tidak sebanding dengan apa yang didapatkan oleh masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan air minum. Tentunya hal ini menjadi pertanyaan,
Bagaimana Kedudukan PAM Jaya dalam pengelolaan air minum di DKI Jakarta guna memenuhi kebutuhan
masyarakat sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993
tentang Pelayanan Air Minum dan apakah kedudukan PAM Jaya yang diatur oleh
Peraturan nomor 11 tahun 1993 tentang Pelayanan Air minum sudah sesuai dengan
Perturan Perundang-undangan yang berlaku ? pembahasan ini dimaksudkan untuk
memahami kedudukan PAM Jaya dalam pengelolaan air minum guna memenuhi kebutuhan
air minum masyarakat di wilayah DKI Jakarta dan mengetahui apakah kedudukan PAM
Jaya yang di atur oleh Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan
Air Minum sesuai dengan Peraturan perundang-Undangan yang berlaku.
Pasal
33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “ Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut Van
Vollenhoven negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi
kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara berdasarkan kedudukannya
memiliki kewenangan untuk peraturan hukum. Dalam hal ini kekuasaan negara
selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan (sovereignty atau souverenitet).
Apabila
kita kaitkan dengan konsep negara kesejahteraan dan fungsi negara menurut W.
Friedmann, maka dapat kita temukan kajian kritis sebagai berikut:
1. Hak penguasaan negara yang dinyatakan dalam
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 memposisikan negara sebagai pengatur dan
penjamin kesejahteraan rakyat. Fungsi negara itu tidak dapat dipisahkan satu
dengan lainnya, artinya melepaskan suatu bidang usaha atas sumber daya alam
kepada koperasi, swasta harus disertai dengan bentuk-bentuk pengaturan dan
pengawasan yang bersifat khusus, karena itu kewajiban mewujudkan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tetap dapat dikendalikan oleh negara.
2. Hak penguasaan negara dalam Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945, membenarkan negara untuk mengusahakan sumber daya
alam yang berkaitan dengan public utilities dan public sevices. Atas dasar
pertimbangan filosofis (semangat dasar dari perekonomian ialah usaha bersama
dan kekeluargaan), strategis (kepnetingan umum), politik (mencegah monopoli dan
oligopoli yang merugikan perekonomian negara), ekonomi (efesiensi dan
efektifitas), dan demi kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Berdasarkan
rumusan-rumusan di atas ternyata mengandung beberapa unsur yang sama. Dari
pemahaman berbagai persamaan itu, maka rumusan pengertian hak penguasaan negara
ialah negara melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan
penggunaan, pemanfaatan dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur,
mengurus, mengelola, dan mengawasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam.
Sedangkan
menurut J.J. Rousseau menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai suatu badan
atau organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian masyarakat (contract soscial) yang esensinya
merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kekuasaan bersama,
kekuasaan pribadi dan milik setiap individu. Dalam hal ini pada hakikatnya
kekuasaan bukan kedaulatan, namun kekuasaan negara itu juga bukanlah kekuasaan
tanpa batas, sebab ada beberapa ketentuan hukum yang mengikat dirinya seperti
hukum alam dan hukum Tuhan serta hukum yang umum pada semua bangsa yang
dinamakan leges imperii.
Sejalan
dengan kedua teori di atas, maka secara toritik kekuasaan negara atas sumber
daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam
hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga
masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk
mengatur, mengurus dan memelihara (mengawasi) pemanfaatan seluruh potensi
sumber daya alam yang ada dalam wilayahnya secara intensif.
Pada
ketentuan Pasal 15 Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Wewenang
dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:
a.
menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan
kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya;
b.
menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
c.
menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
d.
menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
e.
melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota
dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
f.
mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan,
dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
g.
mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,
pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air
tanah lintas kabupaten/kota;
h.
membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi
dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
sedangkan pada
ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air
Minum Wilayah DKI Jakarta yang menyatakan:
(1)
Gubernur Kepala Daerah menunjuk PAM JAYA sebagai pelaksanadalam pengusahaan,
penyediaan, dan pendistribusian air minum.
Dari
ketentuan tersebut dapat kita simpulkan bahwa kedudukan PAM Jaya sebagai
perusahaan daerah DKI Jakarta yang diberikan kewenangan secara atributif oleh
Peraturan Daerah tersebut, maka PAM Jaya sangatlah berperan dan memiliki kedudukan
yang cukup kuat dalam upaya menjalankan fungsinya guna memberikan pelayanan air
minum kepada masyarakat DKI Jakarta. Dalam hal ini pemerintah provinsi DKI
Jakarta yang diwakili oleh Kepala Daerah menunjuk PAM Jaya sebagai perusahaan
daerah yang menjalankan pengusahaan, penyediaan, dan pendistribusian air minum
secara adil untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apabila kita
korelasikan dengan teori Negara kesejahteraan menurut W. Friedman bahwa hak
menguasai Negara bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Namun dalam tingkatan
pelaksanaannya. Masyarakat wilayah DKI Jakarta kesulitan mendapatkan kualitas
air yang bersih, air sering tidak mengalir dan tarif air yang dirasakan
relative mahal oleh sebagian masyarakat yang tinggal di DKI Jakarta. Bahkan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dirugikan atas buruknya mitra usaha dari PAM
Jaya yaitu PT. Palyja dan PT. Aetra.
Artinya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dimungkinkan mendesak PAM Jaya
untuk memutus hubungan kerja dalam bidang pelayanan air minum dengan kedua
perusahaan swasta tersebut. Karena PAM Jaya sebagai mandataris Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta sebagai pelaksana pelayanan air minum kepada masyarakat
memiliki kewenangan dan hak menguasai atas air. oleh karena pelayanan air minum
dirasakan oleh sebagian masyarakat DKI Jakarta belum merata dan secara adil dan
tujuan pemanfaatan penggunaan air untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
menjadi sulit tercapai. Namun persoalan pemutusan kerjasama tersebut harus
diadakan re-negosiasi.
Pada
ketentuan Pasal 5 Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air yang
menyatakan bahwa “Negara menjamin hak
setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari
guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. dari ketentuan
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Negara yang memiliki hak menguasa atas
air dan sumber daya alam menjamin kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Dalam Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air
Minum di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Tidak ada Norma yang menjamin masyarakat Provinsi DKI Jakarta
untuk mendapatkan air dengan kualitas bersih. Sehingga Negara seolah tidak ada
ketika masyarakat mengalami persoalan pada tingkatan implementasi. Kemudian
dalam konsideran Peraturan Daerah tersebut dalam kerangka filosofis tidak
terdapat semangat “Dikuasai oleh Negara” yang
diamanatkan pada Pasal 33 UUD 1945. Bahkan Undang-Undang nomor 7 tahun 2004
tentang Sumber Daya Air sendiripun tidak memasukkan frasa “Dikuasai Oleh Negara”. Hal ini menjadi sangat penting karena
kerangka filosofis dalam sebuah perturan perundang-undangan adalah roh dari
peraturan tersebut dibuat dan memahami semangat peraturan tersebut dibuat dan
agar tidak ada pergeseran makna dalam pasal-pasalnya. Karena pasal-pasal
tersebut akan mencerminkan nilai filosofis dari landasan filosofis dalam
konsideran suatu peraturan serta agar sesuai dengan cita hokum dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dapat
disimpulkan bahwa PAM Jaya memiliki kedudukan yang cukup sentral yang diberikan
oleh Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum di
Wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam kaitannya pengelolaan air di wilayah DKI
Jakarta guna memberikan pelayanan air kepada masyarakat secara adil dan demi kemakmuran
rakyat. Apabila terjadi permasalahan ditingkatan implementasi yang diakibatkan
oleh mitra usaha PAM Jaya yang teidak dapat memberikan pelayanan masyarakat di
wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan maksimal dan merugikan kepentingan
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dan masyarakat pada umumnya, maka PAM
Jaya sudah seharusnya mengambilalih secara hokum peran pengolahan dan
pendistribusian air minum dari swasta demi kepentingan masyarakat dan Negara.
Peraturan
Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum diWilayah Provinsi DKI
Jakarta dalam perumusannya tidak sesuai dengan filosofis yang diamanatkan pada
Pasal 33 UUD 1945. Karena peran Negara yang memiliki hak menguasai atas air dan
kekayaan alam seolah terabaikan oleh karena dalam konsideran tidak memasukkan
frasa “ Dikuasai oleh Negara”. sehingga
seolah tidak merepresentasikan bahwa Negara hadir ketika terjadi persoalan pada
tingkatan implementasi. Bahkan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
daya Air dalam kerangka filosofis semangat kedaulatan Negara yang di
jawantahkan dengan frasa “Dikuasai Oleh
Negara” tidak dapati. Berbeda dengan undang-undang sebelum perubahan. Hal
ini berdampak serius, oleh karena kerangfka filosofis akan diderivasikan
kedalam pasal-pasal yang kemudian menjadi norma hokum yang harus ditaati. Maka
dari persoalan tersebut sudah selayaknya ada revisi terhadap Peraturan Daerah
nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum Di Wilayah DKI Jakarta dan
Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Alternative jangka
pendek yang dapat di tempuh adalah mencoba untuk re- negosiasi terkait kontrak
yang telah di sepakati. Kemudian alternative jangka panjang adalah ketika
membuat kesepakatan dalam kontrak dengan pihak swasta, sebaiknya memberikan
tambahan klausul yang menyatakan pembatalan kontrak secara sepihak oleh pihak
PAM Jaya apabila dikemudian hari pihak swasta tidak dapat memenuhi kewajibannya
dalam memenuhi pelayanan public disektor pengairan dan merugikan kepentingan
umum serta keuangan Pemerintah Daerah. Klausul tersebut juga sebenarnya dapat
di masukkan dikemudian hari pada peraturan daerah guna memperkuat kedudukan
perusahaan-perusahaan daerah khususnya PAM Jaya. Dengan demikian apabila
terjadi persoalan ditingkatan implementasi, maka pemerintah daerah yang
diwakili oleh perusahaan daerah dapat mengambil langkah dengan cepat tanpa
harus tersangkut masalah hukum.
Penulis :
Kurniawan
Ketua BEM FH Universitas Esa Unggul (Periode 2013-2014)
Kordum Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ) Periode 2014-2016
PLT. Korwil ISMAHI Jakarta
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul
Kurniawan
Ketua BEM FH Universitas Esa Unggul (Periode 2013-2014)
Kordum Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ) Periode 2014-2016
PLT. Korwil ISMAHI Jakarta
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul
----------------------------------------------------------------------------------------------
Daftar Pustaka
Soehino.
2005. Ilmu Negara. Liberti
Yogyakarta: Yogyakarta.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan keempat.
Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan
Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum Di Wilayah
DKI Jakarta.
http://www.lensaindonesia.com/2013/03/06/ahok-kerja-sama-pam-jaya-dan-pt-palyja-merugikan.html
http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/10/penafsiran-konsep-penguasaan-negara.html