Dibawah ini adalah keterangan ahli tentang "DEMOKRASI PANCASILA" dan bagaimana implementasinya dalam peraturan perundang-undangan, yang disampaikan oleh Muhammad Muktasar Syamsudin, Ph.D selaku Pakar Filsafat Universitas Gadjah Mada, pada persidangan di Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang Perkara No. 97/PUU-XI/2013 tentang Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah :
Bahwa hampir semua ahli filsafat, bahkan
ahli politik mengatakan Negara adalah bentukan dari kesepakatan bersama rakyat
untuk mewujudkan tujuan atau cita-cita bersama, yaitu kalau kita dasarkan pada
Pancasila, masyarakat yang sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Maka negara hukum yang kita dirikan atau yang kita sedang tempati sekarang ini adalah
negara hukum yang dibangun dan dikelola atas dasar Pancasila. Dengan demikian
maka negara Indonesia yang kemudian dinyatakan secara konstitusional di dalam
Pasal 1 ayat (3) yang ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum adalah
negara yang dibangun atas 5 dasar atau 5 prinsip yang sesuai dengan Pancasila.
Mulai dari nilai ketuhanan, nilai kemanusian, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab
itu, maka Negara hukum Indonesia adalah negara yang mengakui ketuhanan dengan
tidak mengesampingkan nilai-nilai kemanusian, menjaga persatuan, dan menjalankan
kehidupan bernegara berdasarkan demokrasi untuk mewujudkan keadilan sosial
sebagai nilai kelima atau prinsip kelima dari Pancasila itu
Dalam pandangan ini, bahwa ada
kecenderungan di dalam praktik kehidupan bernegara sekarang ini menjadikan
dekorasi sebagai tujuan kehidupan bernegara. Padahal sesungguhnya yang menjadi
tujuan kita dalam hidup bernegara adalah membangun atau menciptakan kehidupan masyarakat
yang sejahtera, yang adil berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu kalau kita
menggunakan teori-teori filsafat politik, maka hidup bernegara kita sekarang
ini terlihat sedang mempraktikan perannya sebagai Negara yang pasif di dalam
membawa aspirasi rakyat yang berdaulat di negeri ini. Oleh karena itu
sesungguhnya kita tidak hanya berhenti pada demokrasi, demokrasi bukan sebagai
tujuan, demokrasi adalah sarana untuk mencapai tujuan negara yang hakiki, yaitu
menciptakan masyarakat adil, yang sejahtera, yang dikenal di dalam teori
politik, yaitu masyarakat yang welfare state, masyarakat yang hidup di dalam negara
sejahtera. Nampaknya dalam praktik perundang-undangan yang seharusnya mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila untuk mewujudkan welfare state ini masih sangat jauh
dalam kehidupan bernegara kita sekarang karena nampak kecenderungan berhenti
pada bagaimana mewujudkan demokrasi dan demokrasi itu sendiri sayang sekali
tidak mencerminkan semangat atau prinsip Pancasila.
Demokrasi Pancasila tentu saja bukan demokrasi
yang kita adopsi dari luar negeri, atau dari bangsa lain. Demokrasi Pancasila
adalah demokrasi yang didasarkan pada nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang
dalam diri bangsa Indonesia sendiri, yaitu nilai religius, nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan yang kita lebih kenal dengan nilai
musyawarah, dan selanjutnya nilai keadilan sosial. Demokrasi Pancasila adalah
demokrasi yang bertumpu pada hakikat manusia yang bersifat mono-pluraris, yaitu
manusia yang tidak hanya bersifat individual, tetapi manusia yang bersifat
sosial. Dari segi ini, maka demokrasi Pancasila berbeda dengan demokrasi
liberal yang menekankan aspek individualitas. Bukan juga bahwa demokrasi
Pancasila yang tidak sama dengan demokrasi individual itu sehingga menjauhi
atau tidak melindungi hak-hak privat, tetapi demokrasi Pancasila adalah demokrasi
yang menjaga keseimbangan antara hakikat manusia sebagai individu dan hakikat
manusia sebagai masyarakat. Pada sisi lain, dalam pengertian manusia sebagai
mono-pluraris itu manusia Indonesia adalah manusia yang bertuhan, tetapi sekaligus
adalah makhluk yang mandiri sehingga di dalam upaya untuk mencapai cita-cita
tujuan kita bernegara yang kita sebut tadi masyarakat yang sejahtera adalah
masyarakat yang lahir, yang sejahtera, tetapi batinnya juga sejahtera.
Demikian pula pada sisi yang ketiga,
manusia itu terdiri atas jiwa tetapi juga dilengkapi dengan raga. Kedua hal yang
sangat berbeda ini di dalam Pancasila menjadi dua hal yang seimbang, tidak
mengutamakan aspek jasmaniah semata, dan juga tidak mengutamakan aspek
spiritual saja, tetapi aspek jasmaniah dan rohaniah menjadi seimbang di dalam
Pancasila. Oleh karena itu, maka demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dibangun
atas dasar hakikat manusia yang serba plural itu yang tidak monolitik hanya
individual, tapi juga sosial, tidak hanya makhluk Tuhan, tapi juga makhluk yang
mandiri, tidak hanya makhluk yang jasmaniah, tapi juga rohaniah. Inilah dalam
ilmu kami disebut sebagai ontologis negara hukum.
Bahwa dasar ontologis Negara hukum Indonesia
adalah manusia Indonesia yang bersifat mono-pluralistik sehingga yang
diperhatikan di sana tidak hanya kepentingan individual, tetapi juga
kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu, kedudukan Pancasila di dalam peraturan
perundang-undangan kita menjadi sangat jelas, yaitu sebagai norma yang
tertinggi atau juga disebut di dalam teori ilmu hukum sebagai rechtsidee, cita
hukum yang tertinggi yang pada suatu sisi terpisah dengan batang tubuh atau
Pasal-Pasal UUD 1945 karena merupakan norma yang tertinggi, namun pada sisi lain
merupakan satu kesatuan dengan seluruh pasal-pasal UUD 1945. Dengan kata lain,
sebagai rechtsidee, Pancasila memiliki dua fungsi, fungsi yang pertama fungsi
regulatif, yaitu bahwa nilai-nilai Pancasila dapat diimplementasikan dan dijadikan
sebagai peraturan perundang-undangan untuk mencerminkan tujuan daripada upaya
untuk mencapai negara atau masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Yang kedua, fungsi Pancasila sangat substantif, yaitu bahwa sebagai rechtsidee,
undang-undang atau segala peraturan yang ada di bawah dari pada cita hukum itu tidak
akan mempunyai makna apabila tidak disinari, tidak dilandasi oleh rechtsidee, yaitu
Pancasila.
Bagaimanakah sistem demokrasi Pancasila
diimplementasikan di dalam kehidupan bangsa Indonesia? Kita berpijak pada sila
keempat Pancasila yang mengatakan, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.” Selain sila ini tidak
bersemangat individualistik, sila ini juga berdasarkan pada pernyataan hikmat kebijaksanaan,
maka demokrasi dikelola untuk memperoleh sebuah kebajikan. Ada tujuan yang jauh
lebih mendasar, jauh lebih fundamental dari sekadar demokrasi itu sendiri, dari
sekadar cara bermusyawarah, dari sekadar cara mengambil keputusan. Yaitu bahwa
demokrasi berjalan dengan suatu tujuan, yaitu untuk mewujudkan suatu kebajikan.
Maka, Demokrasi Pancasila tidak hanya bersifat rasional. Demokrasi Pancasila juga
bersifat moral. Demokrasi yang sangat menekankan rasionalitas jelas sekali
adalah demokrasi yang diadopsi dari sistem Barat, yang bersifat liberal
kapitalistik, individual. Tetapi demokrasi Pancasila yang selain memperhatikan
aspek rasionalitas, juga memperhatikan moralitas, yaitu untuk mewujudkan
kebajikan dalam kehidupan rakyat Indonesia.
Oleh sebab itu, untuk mengimplementasikan
sistem Demokrasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa di negeri ini tidak dapat
berhenti pada sila keempat, yaitu dalam proses berdemokrasi itu saja, tetapi
selanjutnya proses demokrasi itu dimaksudkan untuk mewujudkan atau mencapai
sila yang kelima dari Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahwa tujuan negara sebagaimana yang
tercantum sebagai satu kesatuan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
dengan Pancasila, khususnya pada paragraf ke empat pembukaan yang menyebutkan, dasar negara
Pancasila di sana, maka seluruh peraturan perundang-undangan yang ada itu harus
dilandaskan pada cita-cita hukum yang dirumuskan atau ditegaskan oleh Pancasila
sebagai dasar negara ini dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Yang pertama,
adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, itu
adalah aspek formal dari implementasi dari setiap peraturan perundang-undangan.
Dan yang kedua, mencerdaskan kehidupan bangsa sampai kepada mencapai tujuan
keadilan sosial, ini adalah tujuan material daripada undang-undang. Oleh karena
itu, kami memberikan tanggapan terhadap permohonan yang diajukan oleh para
Pemohon bahwa keterangan ini untuk menguatkan bahwa apa yang dilakukan sekarang
dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memberikan atau menyelesaikan
sengketa hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, itu harus
ditempatkan pada struktur peraturan perundang-undangan yang terendah, yang
mencerminkan sila-sila Pancasila yang ada pada pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Berdasarkan struktur pembuatan dan pemberlakuan Undang-Undang, masih
tidak dapat dikatakan sudah konsisten dalam mengamalkan atau menjadikan
Pancasila sebagai rechtsidee tersebut.
Terimakasih banyak, semoga selalu diberi rejeki yang halal dan kemudahan, amin.
BalasHapus