Selasa, 15 Januari 2013 | 16:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi merestui setiap warga negara menggunakan lambang negara, burung Garuda, dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Pasal 57 huruf d dan Pasal 69 huruf c Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera Bahasa dan Lambang Negara serta lagu Kebangsaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kedua pasal itu melarang, bahkan mengancam pidana bagi warga negara menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam undang-undang tersebut. Mahkamah berpendapat pembatasan ini merupakan pengekangan terhadap ekspresi dan apresiasi warga negara akan identitasnya. Pengekangan ini juga dinilai mengurangi rasa memiliki sebagai warga negara.
Pernyataan ini merupakan pendapat Mahkamah dalam putusan atas perkara nomor 4/PUU-X/2012. "Pokok permohonan beralasan menurut hukum untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud Md. dalam sidang putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 15 Januari 2013.
Majelis berpendapat, burung Garuda Pancasila bukan sebuah ikon karena tidak memiliki kemiripan secara langsung dengan konsep negara Indonesia, tapi suatu lambang karena mewakili keseluruhan negara. Dengan demikian, menurut majelis, individu warga negara sebagai bagian dari negara memiliki hak untuk mempergunakan lambang negara atau identitas lain dari negara secara terpisah atau bersama-sama, bahkan secara eksklusif.
Permohonan ini diajukan Koalisi Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila, yang menganggap pelanggaran untuk penggunaan lambang negara telah membuka ruang diskriminasi dan kriminalisasi warga negara yang hendak menggunakannya. Dua orang pemohon sendiri, yaitu Erwin Agustian dan Eko Santoso, pernah menjalani hukuman percobaan karena menggunakan lambang negara Garuda dalam stempel organisasi.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Purwakarta menghukum dua buruh tersebut selama satu bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan penjara. Dua buruh asal Purwakarta ini dipidanakan karena menggunakan stempel berlambangkan mirip lambang negara Garuda untuk keperluan pemilihan ketua serikat pekerja PT Sumi Indo Wiring System.
Polisi menangkap dan menjerat keduanya dengan Pasal 69 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, dengan ancaman pidana satu tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta. Padahal keduanya beralasan menggunakan lambang negara sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap lambang negara tersebut.
Kedua pasal itu melarang, bahkan mengancam pidana bagi warga negara menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam undang-undang tersebut. Mahkamah berpendapat pembatasan ini merupakan pengekangan terhadap ekspresi dan apresiasi warga negara akan identitasnya. Pengekangan ini juga dinilai mengurangi rasa memiliki sebagai warga negara.
Pernyataan ini merupakan pendapat Mahkamah dalam putusan atas perkara nomor 4/PUU-X/2012. "Pokok permohonan beralasan menurut hukum untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud Md. dalam sidang putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 15 Januari 2013.
Majelis berpendapat, burung Garuda Pancasila bukan sebuah ikon karena tidak memiliki kemiripan secara langsung dengan konsep negara Indonesia, tapi suatu lambang karena mewakili keseluruhan negara. Dengan demikian, menurut majelis, individu warga negara sebagai bagian dari negara memiliki hak untuk mempergunakan lambang negara atau identitas lain dari negara secara terpisah atau bersama-sama, bahkan secara eksklusif.
Permohonan ini diajukan Koalisi Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila, yang menganggap pelanggaran untuk penggunaan lambang negara telah membuka ruang diskriminasi dan kriminalisasi warga negara yang hendak menggunakannya. Dua orang pemohon sendiri, yaitu Erwin Agustian dan Eko Santoso, pernah menjalani hukuman percobaan karena menggunakan lambang negara Garuda dalam stempel organisasi.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Purwakarta menghukum dua buruh tersebut selama satu bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan penjara. Dua buruh asal Purwakarta ini dipidanakan karena menggunakan stempel berlambangkan mirip lambang negara Garuda untuk keperluan pemilihan ketua serikat pekerja PT Sumi Indo Wiring System.
Polisi menangkap dan menjerat keduanya dengan Pasal 69 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, dengan ancaman pidana satu tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta. Padahal keduanya beralasan menggunakan lambang negara sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap lambang negara tersebut.
Link :
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/15/063454556/MK-Restui-Warga-Gunakan-Lambang-Garuda
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
WARGA KINI LEBIH BEBAS GUNAKAN LAMBANG GARUDA
Selasa, 15 Januari 2013 15:01 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan masyarakat bebas menggunakan lambang negara Garuda Pancasila dalam berbagai kegiatan selama ditujukan untuk mengekspresikan kecintaan kepada negara.
Pernyataan itu tertuang dalam keputusan MK yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD di Jakarta, Selasa.
MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 57 huruf d Undang-undang (UU) No.24/2009 tentang Bendera, dan Lambang Negara serta Lagu kebangsaan serta menyatakan ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat.
Pasal 57 huruf d UU No.24/2009 berbunyi: "Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini".
Pasal 57 huruf d ini juga berhubungan dengan Pasal 69 huruf c berisikan ancaman pidana bagi siapapun yang menggunakan lambang negara untuk keperluan lain.
Menurut hakim konstitusi, pembatasan penggunaan lambang negara merupakan suatu bentuk pengekangan.
Padahal menurut Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil "ada nilai identitas diri sebagai bangsa Indonesia yang terkandung di dalamnya ketika masyarakat mengunakan lambang negara bentuk berekspresi.
Fadlil mengatakan, larangan penggunaan lambang negara dalam Pasal 57 huruf d UU No.24/2009 sama sekali tidak tepat karena tidak memuat rumusan yang jelas.
"Apalagi larangan tersebut diikuti dengan ancaman pidana. Seharusnya ketentuan mengenai perbuatan yang diancam pidana memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas," katanya.
Menurut MK, lambang Garuda Pancasila seharusnya menjadi milik bersama seluruh masyarakat karena merupakan perangkat nilai budaya Indonesia.
"Apalagi jika mengingat bahwa Pancasila sebagai sistem nilai adalah terlahir atau merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia," kata Ahmad Fadlil.
Link :
Pernyataan itu tertuang dalam keputusan MK yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD di Jakarta, Selasa.
MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 57 huruf d Undang-undang (UU) No.24/2009 tentang Bendera, dan Lambang Negara serta Lagu kebangsaan serta menyatakan ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat.
Pasal 57 huruf d UU No.24/2009 berbunyi: "Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini".
Pasal 57 huruf d ini juga berhubungan dengan Pasal 69 huruf c berisikan ancaman pidana bagi siapapun yang menggunakan lambang negara untuk keperluan lain.
Menurut hakim konstitusi, pembatasan penggunaan lambang negara merupakan suatu bentuk pengekangan.
Padahal menurut Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil "ada nilai identitas diri sebagai bangsa Indonesia yang terkandung di dalamnya ketika masyarakat mengunakan lambang negara bentuk berekspresi.
Fadlil mengatakan, larangan penggunaan lambang negara dalam Pasal 57 huruf d UU No.24/2009 sama sekali tidak tepat karena tidak memuat rumusan yang jelas.
"Apalagi larangan tersebut diikuti dengan ancaman pidana. Seharusnya ketentuan mengenai perbuatan yang diancam pidana memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas," katanya.
Menurut MK, lambang Garuda Pancasila seharusnya menjadi milik bersama seluruh masyarakat karena merupakan perangkat nilai budaya Indonesia.
"Apalagi jika mengingat bahwa Pancasila sebagai sistem nilai adalah terlahir atau merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia," kata Ahmad Fadlil.
Link :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MK: PENGGUNAAN LAMBANG BURUNG GARUDA TIDAK LANGGAR UUD 45
Selasa, 15/01/2013 13:26 WIB
Jakarta - Penggunaan lambang Burung Garuda dalam pakaian dan asesoris empat menjadi polemik. Sebab dengan adanya UU No 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan seseorang bisa dipenjara karena sembarangan menggambar dan menggunakan lambang tersebut.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan permohonan pemohon dalam penggunaan lambang Burung Garuda. Tapi penggunaan lambang negara itu tidak melanggar UU. Seseorang tidak bisa dipidana hanya kerena menggambar dan memakai lambang Burung Garuda.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Majelis, Mahfud MD di ruang sidang MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (15/1/2013)
Mahfud mengatakan, MK berpendapat pembatasan penggunaan lambang negara merupakan bentuk pengekangan ekspresi dan apresiasi warga negara akan identitasnya sebagai warga negara.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan permohonan pemohon dalam penggunaan lambang Burung Garuda. Tapi penggunaan lambang negara itu tidak melanggar UU. Seseorang tidak bisa dipidana hanya kerena menggambar dan memakai lambang Burung Garuda.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Majelis, Mahfud MD di ruang sidang MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (15/1/2013)
Mahfud mengatakan, MK berpendapat pembatasan penggunaan lambang negara merupakan bentuk pengekangan ekspresi dan apresiasi warga negara akan identitasnya sebagai warga negara.
“Pengekangan yang demikian dapat mengurangi rasa memiliki yang ada pada warga negara terhadap lambang negaranya, dan bukan tidak mungkin dalam derajat tertentu mengurangi kadar nasionalisme, yang tentunya justru berlawanan dengan maksud dibentuknya Undang-Undang a qou,” ujar Mahfud.
Secara faktual lambang negara telah lazim dipergunakan dalam berbagai aktivitas masyarakat, antara lain disematkan di penutup kepala, sebagai bentuk monumen atau tugu, digambarkan di baju, disematkan di seragam siswa sekolah, yang semuanya tidak termasuk penggunaan yang wajib maupun yang diizinkan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 57 huruf d Undang-Undang a quo.
“Berdasarkan hal tersebut, Mahkamah berpendapat larangan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf d Undang-Undang a quo tidak tepat. Apalagi larangan tersebut diikuti dengan ancaman pidana, yang seharusnya ketentuan mengenai perbuatan yang diancam pidana harus memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas (lex certa), tertulis (lex scripta), dan ketat (lex stricta),” kata ketua MK itu.
Seperti diketahui, Forum Tim Koalisi Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila menguji UU No 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan tersebut ke MK. Menurut FKHK, UU tersebut mengkriminalkan masyarakat yang ingin mewujudkan rasa cinta terhadap lambang burung garuda.
Dalam UU itu, penggunaan negara, bahasa dan bendera negara dinilai pemohon sangat limitatif. Masyarakat yang menggunakan simbol tersebut di luar batasan yang disebut UU menjadi perbuatan tindak kriminal.
Aturan limitatif ini mengakibatkan Lambang Negara terasing. Apalagi Burung Garuda sebagai simbol dari Pancasila menjadi sakral dan tidak memasyarakat. Hal ini akhirnya mengakibatkan nilai-nilai Pancasila pun luntur.
Secara faktual lambang negara telah lazim dipergunakan dalam berbagai aktivitas masyarakat, antara lain disematkan di penutup kepala, sebagai bentuk monumen atau tugu, digambarkan di baju, disematkan di seragam siswa sekolah, yang semuanya tidak termasuk penggunaan yang wajib maupun yang diizinkan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 57 huruf d Undang-Undang a quo.
“Berdasarkan hal tersebut, Mahkamah berpendapat larangan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf d Undang-Undang a quo tidak tepat. Apalagi larangan tersebut diikuti dengan ancaman pidana, yang seharusnya ketentuan mengenai perbuatan yang diancam pidana harus memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas (lex certa), tertulis (lex scripta), dan ketat (lex stricta),” kata ketua MK itu.
Seperti diketahui, Forum Tim Koalisi Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila menguji UU No 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan tersebut ke MK. Menurut FKHK, UU tersebut mengkriminalkan masyarakat yang ingin mewujudkan rasa cinta terhadap lambang burung garuda.
Dalam UU itu, penggunaan negara, bahasa dan bendera negara dinilai pemohon sangat limitatif. Masyarakat yang menggunakan simbol tersebut di luar batasan yang disebut UU menjadi perbuatan tindak kriminal.
Aturan limitatif ini mengakibatkan Lambang Negara terasing. Apalagi Burung Garuda sebagai simbol dari Pancasila menjadi sakral dan tidak memasyarakat. Hal ini akhirnya mengakibatkan nilai-nilai Pancasila pun luntur.
Link :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
LANGGAR KEBEBASAN BEREKSPRESI, LARANGAN PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA DINYATAKAN INKONSTITUSIONAL
Tuesday, 15 Jan 2013 18:02:06
JAKARTA, Berita HUKUM - Pembatasan penggunaan lambang negara yang tertuang dalam Pasal 57 huruf d Undang-Undang No. 24 /2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, merupakan bentuk pengekangan ekspresi dan apresiasi warga negara akan identitasnya sebagai warga negara. Pengekangan yang demikian dapat mengurangi rasa memiliki yang ada pada warga negara terhadap lambang negaranya, dan bukan tidak mungkin dalam derajat tertentu mengurangi kadar nasionalisme.
Mahkamah berpendapat dalil para Pemohon mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 57 huruf d UU tersebut beralasan menurut hukum dan menyatakan Pasal 57 huruf d UU tersebut inkonstitusional. “Pasal 57 huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD, saat membacakan Putusan Perkara Nomor 4/PUU-X/2012, Selasa (15/1), di Ruang Sidang Pleno MK. Selain terhadap Pasal 57 huruf d, Mahkamah juga menyatakan 69 huruf c UU tersebut inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Forum Kajian Hukum dan Konstitusi dkk mempersoalkan Pasal 57 huruf c dan huruf d UU tersebut. Pasal 57 huruf c tidak sesuai semangat kebebasan berpikir, berkehendak, serta berserikat dan berkumpul untuk mengekspresikan kehendaknya di muka umum. Pasal 57 huruf d kental tindakan diskriminasi warga negara dan pasal ini menyebabkan kriminalisasi tanpa mempertimbangkan rasa nasionalisme, yang terkait ketentuan pidana Pasal 69. Penggunaan lambang negara oleh masyarakat walaupun dilandasi oleh nasionalisme, tetap dikriminalkan. Pasal 57 huruf c dan huruf d UU 24/2009 telah menghalangi para Pemohon untuk menggunakan lambang Negara Republik Indonesia, bahkan dua Pemohon pernah dihukum berdasarkan putusan pengadilan karena menggunakan lambang negara untuk kegiatannya. Pasal 57 huruf c dan d Undang-Undang No. 24 /2009, menyebutkan, “Setiap orang dilarang: c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan, d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.” Sedangkan Pasal 69 huru c, menyebutkan, “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang: c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.(su/mk/bhc/rby) |
Link : |
WARGA KINI LEBIH BEBAS GUNAKAN LAMBANG GARUDA
BalasHapusSelasa, 15 Januari 2013 15:01 WIB , Membaca putusan MK tentang hal tersebut,... benar benar membuatku bersyukur dan semakin bangga dengan Indonesiaku dan serasa menggelora nasionalismeku dengan memasang gambar Garuda Pancasila pada kiri kanan pintu luar dari mobil Jeep tuaku yang sejak kubeli asli berwarna Merah Putih. Tetapi ... rasa bangga itu terbentur kecewa yang luar biasa sejak keluar putusan MK tahun 2015 tentang ancaman hukum atas kebanggaan yang saya rasakan tersebut..... Mashaallah...! dan kekecewaan itu rasanya seperti mengubur seluruh patriotisme para Pahlawan didalam anganku...!. berat rasanya untuk menghapusnya.... tak ada yang lebih layak dalam keserasian expresi cintaku terhada negeri ini gambar selain yang terpasang itu.