I. PENDAHULUAN
Terdapat
berbagai macam pengertian kedudukan dan fungsi Pancasila yang masing-masing
harus dipahami sesuai dengan konteksnya. Misalnya, Pancasila sebagai Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia, Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia,
Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia dan masih banyak
kedudukan dan fungsi Pancasila lainnya. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila
itu bukanlah berdiri secara sendiri-sendiri namun bilamana kita kelompokan maka
akan kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai Dasar
Filsafat Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia.[1]
Sebelum
Pancasila dirumuskan dan disahkan sebagai Dasar Filsafat Negara, nilai-nilainya
telah ada pada Bangsa Indonesia yang merupakan pandangan hidup, yaitu berupa
nilai-nilai adat istiadat dan kebudayaan serta sebagai kausa materialis
Pancasila. Dalam pengertian inilah maka antara Pancasila dengan Bangsa
Indonesia tidak dapat dipisahkan sehingga Pancasila sebagai Jati Diri Bangsa
Indonesia. Setelah setelah Bangsa Indonesia mendirikan Negara maka oleh
pembentuk Negara, Pancasila disahkan menjadi Dasar Negara Republik Indonesia.
Sebagai suatu bangsa dan Negara, Indonesia memiliki cita-cita yang dianggap
paling sesuai dan benar, sehingga segala cita-cita, gagasan-gagasan, dan
ide-ide tertuang dalam Pancasila, maka dalam pengertian inilah Pancasila
berkedudukan sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia sekaligus sebagai
Asas Persatuan dan Kesatuan Bangsa dan Negara Indonesia. Dengan demikian
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara, secara objektif diangkat dari
pandangan hidup yang sekaligus juga sebagai Filsafat hidup Bangsa Indonesia
yang telah ada dalam sejarah bangsa sendiri.[2]
II. PEMBAHASAN
A.
Pancasila
Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia
Proses terjadinya Pancasila tidak
seperti ideology-ideologi lainnya yang hanya merupakan hasil pemikiran
seseorang saja, namun melalui proses kausalitas yaitu sebelum disahkan sebagai
dasar Negara. Nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai
Pandangan Hidup Bangsa dan sekaligus sebagai Filsafat Hidup Bangsa Indonesia.
Dalam pengertian inilah maka bangsa Indonesia sebagai kausa materialis dari
Pancasila. Pandangan hidup dan filsafat hidup itu merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh Bangsa Indonesia yang menimbulkan
tekad bagi dirinya untuk mewujudkannya dalam sikap tingkah laku perbuatannya.
Pandangan hidup dan filsafat hidup itu merupakan motor penggerak bagi tindakan
dan perbuatan dalam mencapai tujuannya. Dari pandangan hidup inilah maka dapat
diketahui cita-cita yang ingin dicapai bangsa, gagasan-gagasan kejiwaan apakah
yang hendak diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pada Bangsa Indonesia, nilai-nilai Pancasila itu telah tercermin dalam khasanah
adat-istiadat, kebudayaan serta kehidupan keagamaannya.[3]
Ketika para pendiri Negara Indonesia
menyiapkan berdirinya Negara Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk
menjawab suatu pertanyaan yang fundamental, “di
atas dasar apakah Negara Indonesia merdeka didirikan?”. Dengan jawaban yang
mengandung makna hidup bagi bangsa Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan
dan pengejewantahan nilai-nilai yang dimiliki, dihayati, dan diyakini
kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah perkembangan dan
pertumbuhan bangsa sejak lahir.[4]
Nilai-nilai itu sebagai buah hasil
pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasan dasar bangsa Indonesia tentang
kehidupan yang dianggap baik. Mereka menciptakan tata nilai yang mendukung tata
kehidupan sosial dan tata kehidupan kerohanian bangsa yang member corak, watak,
dan cirri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat
atau bangsa lainnya. Kenyataan yang demikian ini merupakan suatu kenyataan
objektif yang merupakan Jati Diri Bangsa
Indonesia.[5]
Bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala
merupakan bangsa yang religius dalam pengertian bangsa yang percaya terhadap
Tuhan penciptanya. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai kepercayaan dan agama
yang ada di Indonesia. Bukti-bukti sejarah yang menunjukkan manifestasi bangsa
Indonesia atas kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa antara lain; sekitar
tahun 2000 Sebelum Masehi, di jaman Neoliticum
dan Megaliticum antara lain
berupa “Menhir”, yaitu sejenis tiang
atau tugu dari batu, kubur batu, punden berundak-undak yang ditemukan di
Pasemah di pegunungan antara wilayah Palembang dan Jambi, di daerah Besuki Jawa
Timur, Cepu, Cirebon, Bali, dan Sulawesi. Menhir yang berupa tiang batu yang
didirikan di tengah-tengah tersebut pada prinsipnya merupakan ungkapan manusia
atas Zat yang tertinggi, Hyang Tunggal artinya Yang Maha Esa. Selain itu
ungkapan atas pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tercermin antara lain; Tuh (Kalimantan), Sang Hyang (Jawa), Ompu
Debata atau Debata Malajadi Nasional
Bolon (Batak), To Lotang (Bugis),
Gae Dewa (Ngada). Selain
ungkapan-ungkapan yang menggambarkan akan hubungan antara manusia dengan Zat
Yang Maha Kuasa antara lain; bahwa orang yang meninggal dunia itu disebut
berpulang atau kembali kepada Sang Penciptanya.[6]
Bangsa Indonesia dalam struktur
kehidupan sosialnya, eksistensi (keberadaan) setiap manusia sebagai makhluk
pribadi dan sekaligus sebagai makhluk sosial diakui dan dihargai serta
dihormati. Dalam kaitannya dengan sila ke-2 “Kemanusiaan
yang adil dan beradab”, nilai-nilainya tercermin dalam sikap saling
tolong-menolong, menghormati manusia lain, bersikap adil dan menjunjung tinggi
kejujuran dan sebagainya. Apa yang dilakukan oleh manusia Indonesia itu tidak
hanya untuk kepentingannya sendiri, melainkan juga demi kepentingan manusia
lain dan masyarakat, serta pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak
asasi manusia dihormati dan dijunjung tinggi, yang tercermin dalam ungkapan “sedumuk bathuk senyari bumi”. Kesemuanya
itu sebagai ungkapan cita-cita kemanusiaan dalam masyarakat dan Bangsa
Indonesia. Selain itu juga terdapat cita-cita terwujudnya hubungan yang
harmonis dan serasi antara manusia dengan dirinya sendiri, antara manusia
dengan Sang Penciptanya yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Keselarasan dan keharmonisan
tersebut sebagai makna dari ungkapan keadilan dan kebenaran manusia sebagaimana
terkandung dalam sila ke-2 Pancasila.[7]
Cita-cita dan kesatuan tercermin dalam
berbagai ungkapan dalam bahasa-bahasa daerah di seluruh nusantara sebagai
budaya bangsa, seperti pengertian-pengertian atau ungkapan-ungkapan “tanah air” sebagai ekspresi pengertian persatuan
antara tanah dan air, kesatuan wilayah yang terdiri atas pulau-pulau, lautan
dan udara. “Tanah tumpah darah” yang mengungkapkan
persatuan antara manusia dan alam sekitarnya, kesatuan antara orang dan bumi
tempat tinggalnya. “Bhinneka Tunggal Ika”
yang mengungkapkan cita-cita kemanusiaan dan persatuan, sekaligus perwujudan
dari cita-cita persatuan dan kesatuan ini dalam sejarah bangsa Indonesia juga
terungkap bahwa sejarah mencatat adanya kerajaan yang dapat digolongkan
bersifat “nasional” yaitu Sriwijaya
dan Majapahit.[8]
Semangat gotong-royong, siadapari, masohi, sambatan, gugur gunung, dan
sebagainya, mengungkapkan cita-cita kerakyatan, kebersamaan, dan solidaritas
sosial. Berdasarkan semangat gotong-royong dan asas kekeluargaan, Negara tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar atau bagian yang terkuat dalam
masyarakat, baik politik, ekonomi, maupun sosial-kultural. Negara menempatkan
diri dengan seluruh lapisan masyarakat. Rakyat tidak untuk Negara, tetapi
Negara adalah untuk rakyat, sebab pengambilan keputusan selalu digunakan asas
musyawarah untuk mufakat, seperti yang dilakukan dalam “rembung desa, keraptan nagari, kuria, wanua banua nua.”[9]
Selanjutnya struktur kejiwaan bangsa
Indonesia mengakui, menghormati, serta menjunjung tinggi hak dan kewajiban tiap
manusia, tiap golongan dan tiap bagian masyarakat. Sebaliknya setiap anggota
masyarakat, setiap golongan dan setiap bagian sadar akan kedudukannya sebagai
bagian organik dari masyarakat seluruhnya, dan oleh karena itu wajib meneguhkan
kehidupan yang harmonis antara semua bagian. Hubungan antara hak, kewajiban,
serta kedudukan yang seimbang itu merupakan cita-cita keadilan sosial. Ide
tentang keadilan sosial ini bukanlah hal yang baru bagi bangsa Indonesia,
cita-cita akan masyarakat yang “gemah
ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja”, serta ajaran milenarisme dan messianisme yang menyatakan bahwa masyarakat adil dan makmur akan
terwujud dengan datangnya Ratu Adil, dapat membuktikan adanya keadilan sosial
tersebut.[10]
Dengan berpangkal tolak dari struktur
sosial dan struktur kerohanian asli bangsa Indonesia, serta di-ilhami oleh
ide-ide besar dunia, maka para pendiri Negara kita yang terhimpun dalam Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan terutama
dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), memurnikan dan memadatkan
nilai-nilai yang dimiliki, diyakini, dan dihayati kebenarannya oleh bangsa
Indonesia menjadi Pancasila yang rumusannya seperti tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[11]
B.
Pancasila
Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh
dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat
memerlukan pandangan hidup (filsafat hidup). Dengan pandangan hidup inilah
sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan
menentukan arah serta cara bagaimana bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan
itu. Tanpa memiliki pandangan hidup maka sesuatu bangsa akan merasa
terus-menerus terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan di dalam
masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam
pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang
jelas, sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia
memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang timbul
dalam gerak masyarakat yang semakin maju. Dengan berpedoman pada pandangan
hidup itu pula sesuatu bangsa akan membangun dirinya.[12]
Dalam pandangan hidup itu terkandung
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh sesuatu bangsa,
terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai
wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangan hidup sesuatu
bangsa adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu
sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk
mewujdukannya. Karena itulah dalam melaksanakan pembangunan misalnya, kita
tidak dapat begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa
lain tanpa menyesuaikannya dengan pandangan hidup dan kebutuhan-kebutuhan
bangsa itu sendiri.[13]
Suatu corak pembangunan yang barangkali
baik dan memuaskan bagi sesuatu bangsa belum tentu baik pula atau memuaskan
bagi bangsa yang lain. Karena itulah pandangan hidup suatu bangsa yang
merupakan masalah yang sangat asasi bagi kekokohan dan kelestarian sesuatu
bangsa.[14]
Kita merasa bersyukur bahwa para
pendahulu kita, para pendiri Republik ini merumuskan secara jelas apa
sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila.
Seperti yang ditunjukkan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila
itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan
dasar Negara kita.[15]
Disamping itu maka bagi kita Pancasila
sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan
pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak
yang sudah berurat.berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu
kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia itu akan mencapai kebahagiaan
jika dapat dikembangkan baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam
dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan
lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.[16]
Negara Republik Indonesia memang
tergolong muda dalam barisan negara – negara di dunia. Tetapi bangsa Indonesia
lahir dari sejarah dan kebudayaan yang tua, melalui gemilangnya kerajaan
Sriwijaya, Majapahit dan Mataram, kemudian mengalami masa penderitaan
penjajahan sepanjang tiga setengah abad sampao akhirnya bangsa Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah perjuangan
bangsa Indonesia untuk merebut kembali kemerdekaannya sama tuanya dengan
sejarah penjajahan itu sendiri. Berbagai babak sejarah dilampaui dan berbagai
jalan telah ditempuh dengan gaya yang berbeda – beda mulai dengan cara – cara
yang lemah sampai cara- cara yang keras, mulai dari gerakan kaum cendekiawan
yang terbatas sampai pada gerakan yang menghimpun kekuatan rakyat banyak, mulai
dari bidang pendidikan kesenian daerah, perdagangan sampai gerakan – gerakan politik.[17]
Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui
perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan
menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan
yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa
lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa dating yang secara
keseluruhan membentuk kepribadiannya sendiri.[18]
Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan
kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian
itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Bangsa
Indonesia lahir dengan kekuatan sendiri, sebab itu percaya pada diri sendiri
merupakan salah satu cirri kepribadian bangsa Indonesia.[19]
Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara
mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, dengan melihat pengalaman
bangsa-bangsa lain, dengan diilhami oleh gagasan-gagasan besar dunia, dengan
tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita
sendiri.[20]
Karena Pancasila seudah merupakan
pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai
dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah
bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 (tiga)
buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam Pembukaan UUD 1945, dalam
Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, dalam Mukadimah UUD
Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya,
Pancasila yang lalu dukukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila
yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan
ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa
Pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar
kerohanian negara, dikehendaki oleh seluruh rakyat Indonesia karena ia
sebenarnya telah tertanam dalam kalbunya rakyat, oleh karena itu ia juga
merupakan dasar yang mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.[21]
- Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang
dari BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 adalah dikandung maksud untuk dijadikan
dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa satu
filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesia
yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia
sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi,
sosial, dan kebudayaan.[22]
Landasan atau dasar itu haruslah kuat
dan kokoh agar gedung yang berdiri di atasnya akan tegak sentosa untuk
selama-lamanya. Landasan itu harus pula tahan uji terhadap serangan-serangan
baik dari dalam maupun dari luar. Sidang BPUPKI telah menerima secara bulat
Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang
PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila tercantum secara resmi
dalam Pembukaan UUD RI Tahun 1945, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber
ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi
landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan
uji sepanjang masa.[23]
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk
mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan
penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada
UUD RI Tahun 1945. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD RI Tahun 1945
itu disebut peraturan-peraturan organic yang menjadi pelaksanaan dari UUD RI
Tahun 1945.[24]
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD
RI Tahun 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang
berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV
Pembukaan UUD RI Tahun 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, dll) yang dikeluarkan oleh negara dan
pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila
(dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa
Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa
Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber hukum formal,
undang-undang, kebiasaan, traktat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan
hukum).[25]
Disinilah tampak titik persamaan dan
tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun
peraturan-peraturan negara dan pemerintah Indonesia. Adalah suatu hal yang
membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang
kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang
didatangkan dari luar negeri. Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan
cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian
bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa
Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa
lain sebagai dasar kehidupan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
secara kekal dan abadi.[26]
- Pancasila Sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional yang
dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah: keseluruhan ciri-ciri khas
bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa
lainnya. Keseluruhan cirri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari
garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.[27]
Garis pertumbuhan dan perkembangan
bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan
dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun
bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan
bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun
kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin disana-sini,
misalanya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota keperibadian itu dapat
dipengarui oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap
hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat
dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari
pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila pancasila itu adalah
pencerminan dari bangsa kita.[28]
Oleh karena itu yang penting adalah
bagaimana kita memahami menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi
kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata
indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang
beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Apabila
pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam
kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan kesetiaan
kira kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal
dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan
noda akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada generasi yang telah
begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela Pancasila.[29]
Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa
apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka yang kita maksud adalah Pancasila
yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu:[30]
1) Ketuhanan
Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan
Yang Adil Dan Beradab
3) Persatuan
Indonesia
4) Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5) Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah
yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945
dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Seperti yang telah
ditunjukkan oleh ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu
kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan
yang bulat dan utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat
dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan
sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah
dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang
Pancasila.[31]
- Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara
Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil
perenungan atau pemikrian seseorang atau kelompok orang sebagaimana
ideologi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai
adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain
perkataan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain
diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini
merupakan kausa materialis (asal bahan)
Pancasila.[32]
Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian
diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila
berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia
berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau
mengambil ideologi dari bangsa lain. Selain itu Pancasila juga bukan hanya
merupakan ide-ide atau perenungan dari seseorang saja, yang hanya
memperjuangkan suatu kelompok atau golongan tertentu, melainkan Pancasila
berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa sehingga Pancasila pada
hakikatnya untuk seluruh lapisan serta unsur-unsur bangsa secara komprehensif.
Oleh karena itu ciri khas Pancasila itu maka memiliki kesesuaian dengan bangsa
Indonesia.[33]
Suatu ideologi
pada suatu bangsa pada hakikatnya memiliki ciri khas serta karakteristik
masing-masing sesuai dengan sifat dan ciri khas bangsa itu sendiri. Namun
demikian dapat juga terjadi bahwa ideologi pada suatu bangsa datang dari luar
dan dipaksakan keberlakuannya pada bangsa tersebut sehingga tidak mencerminkan
kepribadian dan karakteristik bangsa tersebut. Ideologi Pancasila sebagai
ideologi bangsa dan negara Indonesia berkembang melalui suatu proses yang cukup
panjang. Pada awalnya secara kausalitas bersumber dari nilai-nilai yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu dalam adat-istiadat, serta dalam
agama-agama bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu
nilai-nilai Pancasila berasal dari nilai-nilai pandangan hidup bangsa telah
diyakini kebenarannya kemudian diangkat oleh bangsa Indonesia sebagai dasar
filsafat negara dan kemudian menjadi ideologi bangsa dan negara. oleh karena
itu ideologi Pancasila, ada pada kehidupan bangsa dan terlekat pada
kelangsungan hidup bangsa dalam rangka bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[34]
Ideologi
Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu dalam ideologi Pancasila mengakui
atas kebebasan dan kemerdekaan individu, namun dalam hidup bersama juga harus
mengakui hak dan kebebasan orang lain secara bersama sehingga dengan demikian
harus mengakui hak-hak masyarakat. Selain itu bahwa manusia menurut Pancasila
berkedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena itu nilai-nilai ketuhanan senantiasa menjiwai kehidupan
manusia dalam hidup negara dan masyarakat. Kebebasan manusia dalam rangka
demokrasi tidak melampaui hakikat nilai-nilai ketuhanan, bahkan nilai ketuhanan
terjelma dalam bentuk moral dalam ekspresi kebebasan manusia.[35]
- Pancasila Sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
Telah
dijelaskan dimuka bahwa sebelum Pancasila ditentukan sebagai dasar filsafat
negara Indonesia, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak jaman
dahulu kala, yaitu sejak lahirnya bangsa Indonesia sebelum Proklamasi 17
Agustus 1945. Namun demikian keberadaan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa
yang hidup mandiri di antara bangsa-bangsa lain di dunia bukanlah semata-mata
ditentukan oleh ciri-ciri etnis belaka melainkan oleh sejumlah unsur khas yang
ada pada bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain.[36]
Bagi bangsa
Indonesia sebagai suatu bangsa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:[37]
1.
Dilahirkan
dari satu nenek moyang, sehingga kita memiliki kesatuan darah;
2.
Memiliki
satu wilayah dimana kita dilahirkan, hidup bersama dan mencari sumber-sumber
kehidupan;
3.
Memiliki
kesatuan sejarah, yaitu bangsa Indonesia dibesarkan di bawah gemilangnya
kerajaan-kerajaan, Sriwijaya, Majapahit, Mataram, dan sebagainya;
4.
Memiliki
kesamaan nasib yaitu berada di dalam kesenangan dan kesusahan, dijajah Belanda,
Jepang dan lainnya;
5.
Memiliki
satu ide, cita-cita satu kesatuan jiwa atau asas kerohanian, dan satu tekad untuk
hidup bersama dalam suatu negara Republik Indonesia.
Dengan lain
perkataan, bangsa Indonesia memiliki satu asas kerohanian, satu pandangan
hidup, dan satu ideologi yaitu Pancasila, yang ada dalam suatu negara
Proklamasi 17 Agustus 1945.[38]
Bagi bangsa
Indonesia adanya kesatuan asas kerohanian, kesatuan pandangan hidup, kesatuan
ideologi tersebut itu adalah amat bersifat sentral, karena suatu bangsa yang
ingin berdiri kokoh dan mengetahui ke arah mana tujuan bangsa itu ingin dicapai
maka bangsa itu harus memiliki satu pandangan hidup, ideologi maupun satu asas
kerohanian.[39]
Bangsa
Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang dengan sendirinya
memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang berbeda-beda pula. Namun demikian
perbedaan itu harus disadari sebagai sesuatu yang memang senantiasa ada pada
setiap manusia (suku bangsa) sebagai makhluk pribadi, dan dalam masalah ini
bersifat biasa. Namun demikian dengan adanya kesatuan asas kerohanian yang kita
miliki, maka perbedaan itu harus dibina ke arah suatu kerjasama dalam
memperoleh kebahagiaan bersama. Dengan adanya kesamaan dan kesatuan asas
kerohanian dan kesatuan ideologi, maka disinilah letak fungsi dan kedudukan
asas kerohanian Pancasila sebagai asas kerohanian proses sebagai asas
persatuan, kesatuan dan asas kerjasama bangsa Indonesia. Dalam masalah ini maka
membina, membangkitkan, memperkuat, dan mengembangkan persatuan dalam pertalian
kebangsaan menjadi sangat penting artinya, sehingga persatuan dan kesatuan
tidak hanya bersifat statis namun harus bersifat dinamis.[40]
Perbedaan
adalah merupakan bawaan dari manusia sebagai makhluk pribadi. Namun demikian
bahwa sifat manusia adalah sebagai individu dan makhluk sosial, dan kedua sifat
kodrat manusia tersebut harus senantiasa ada dalam keseimbangan yang serasi dan
harmonis yang harus dilaksanakan penjelmaannya dalam hidup bersama yaitu dalam
suatu negara Indonesia. Hal inilah yang sering disebut sebagai asas
kekeluargaan (gotong-royong). Maka perbedaan-perbedaan tersebut itu tidaklah
mempengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, karena memiliki daya
penarik ke arah kerjasama yang saling dapat ditemukan dalam isi perbedaan dan
sintesa yang memperkaya masyarakat sebagai suatu bangsa. Maka bagi bangsa
Indonesia dalam filsafat yang merupakan asas kerohanian Pancasila, merupakan
asas pemersatu dan asas hidup bersama. Dalam masalah ini Pancasila dalam
kenyataan objektifnya sebagai suatu persatuan dan kesatuan yang telah
ditentukan bersama setelah Proklamasi Kemerdekaan sebagai dasar filsafat
negara.[41]
III. PENUTUP
Pancasila merupakan ideologi, falsafah,
pedoman, pandangan hidup, serta sumber dari segala sumber hukum negara
Indonesia. Pancasila diyakini oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai suatu
landasan berbangsa dan bernegara dan diyakini sebagai unsur pemersatu bangsa
yang terdiri dari berbagai jenis suku bangsa, agama, dan ras.
NKRI atau Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah negara yang sangat kental pluralismenya, dikarenakan Indonesia
merupakan negara majemuk yang terdiri dari berbagai jenis suku bangsa, agama,
dan ras. Indonesia juga merupakan negara kesatuan yang terdiri dari ribuan
kepulauan yang memiliki beraneka ragam kekayaan alam di dalamnya.
Dari semua perbedaan tersebut, bukanlah
menjadi suatu ancaman maupun hambatan bagi Indonesia untuk bersatu dan hidup
bersama menuju kesejahteraan umum, perbedaan bukanlah suatu hal yang mutlak
untuk tidak dapat bersatu. Akan tetapi, dari perbedaan tersebut dapat dijadikan
suatu formulasi untuk mengisi kekurangan satu sama lain dalam upaya menuju
kesejahteraan umum dengan semangat persatuan dan kesatuan.
Dalam bingkai NKRI, perbedaan itu memang
ada, namun pada dasarnya kita sama, yaitu sama-sama sebagai “manusia”. Lebih
tepatnya lagi, meskipun kita berbeda-beda, namun pada hakikatnya kita adalah sama,
yaitu sama-sama “makhluk Tuhan”.
Unsur Ketuhanan, manusia Indonesia adalah manusia yang
berketuhanan, itulah sebabnya manusia Indonesia memiliki pola pikir yang
religius. Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan kepercayaan lainnya
merupakan berbagai jenis agama yang dipeluk oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Meskipun agamanya berbeda, namun pada dasarnya kita sama, yaitu sama-sama
percaya dan yakin kepada sila kesatu dalam Pancasila, yaitu “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Sila kesatu
dalam Pancasila itulah yang mempersatukan kita dalam perbedaan kepercayaan atau
keyakinan dalam kehidupan beragama. Karena pada dasarnya Tuhan mengajarkan kita
sebagai manusia untuk saling mencintai dan mengasihi terhadap sesama manusia. Dan kita yakin dan percaya bahwa setiap
agama, apapun agama tersebut pasti selalu mengajarkan nilai-nilai kemuliaan
kepada kita sebagai manusia. Oleh sebab itu, berbeda keyakinan dan kepercayaan
bukanlah suatu masalah yang dapat memecah belah persatuan, melainkan dapat
menjadi suatu unsur kemuliaan dalam toleransi antar umat beragama dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Unsur
Kemanusiaan, manusia
adalah makhluk Tuhan yang sempurna, karena Tuhan memberikan karunia berupa akal
dan pikiran kepada manusia untuk hidup dan menyembah kepada-Nya. Tuhan
mengajarkan kita sebagai manusia untuk hidup rukun, adil, dan saling mencintai
sesama. Sila kedua dalam Pancasila, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”
telah mengamanatkan kita hal yang serupa. Oleh sebab itu kita sebagai manusia
diwajibkan untuk menjadi manusia yang beradab. Beradab dalam hal ini berarti
kita sebagai manusia diwajibkan untuk saling menghormati, menghargai, dan
tolong-menolong antar sesama. Apabila hal tersebut telah berjalan, maka niscaya
nilai-nilai persaudaraan diantara kita sebagai manusia akan terwujud dengan
sendirinya.
Unsur
Persatuan, manusia
Indonesia pada dasarnya merupakan kumpulan manusia yang memiliki watak
bergotong-royong dalam kebersamaan, selalu mengedepankan asas gotong-royong dan
kebersamaan dalam setiap mencapai suatu tujuan bersama. Oleh sebab itu unsur
persatuan dan kesatuan adalah ciri khas manusia Indonesia dalam setiap
menjalankan pekerjaan maupun dalam mencapai tujuan bersama. Manusia Indonesia
percaya dan yakin apabila kita semua bersatu padu, maka seberat apapun
pekerjaan akan terasa ringan, serta niscaya segala tujuan yang akan kita
inginkan akan tercapai bersama-sama. Oleh sebab itu sila ketiga Pancasila,
yaitu “Persatuan Indonesia” mengamanatkan kita sebagai manusia Indonesia untuk
bersatu padu dalam mencapai tujuan bersama.
Unsur
Musyawarah & Mufakat, Pada dasarnya setiap manusia hidup
memiliki tujuan, namun dalam bingkai persatuan, setiap manusia memiliki tujuan
yang sama, yaitu kesejahteraan bersama. Musyawarah adalah unsur terpenting
dalam pengambilan keputusan guna tercapainya mufakat. Manusia Indonesia
terbiasa dan percaya bahwa musyawarah merupakan metode yang tepat dalam upaya
menentukan arah tujuan bersama. Arti musyawarah yang sesungguhnya tidak
mengenal adanya suara mayoritas maupun minoritas, karena adanya suara mayoritas
dan minoritas hanya menjadikan suatu masalah dan bom waktu dalam tubuh suatu
bangsa, karena dapat menimbulkan polemik atau pertentangan antara kaum
mayoritas dan kaum minoritas. Oleh sebab itu musyawarah dalam pengertian sila
ke-empat Pancasila, yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”, mengajarkan kita agar setiap permusyawaratan
memperhatikan dan menjalankan segala aspirasi dari setiap anggota masyarakat
Indonesia dengan bijaksana, demi terwujudnya keadilan sosial.
Unsur
Keadilan Sosial, melihat
dari ke-empat unsur diatas, apabila ke-empat unsur diatas telah dilaksanakan
dengan baik, niscaya keadilan sosial akan tercapai oleh kita bersama, karena
keadilan sosial adalah cita-cita terbesar atau tujuan utama dari dibentuknya
negara Indonesia. Sila kelima dalam Pancasila, yaitu “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia” mengamanatkan hal yang serupa. Keadilan sosial
merupakan suatu tujuan akhir manusia Indonesia yang menginginkan kemajuan
bangsa, perlindungan hak asasi manusia, jaminan atas kepastian hukum yang
berkeadilan, serta kesejahteraan umum. Semua tujuan tersebut dapat kita capai
bersama selama kita dapat memahami, menjiwai, serta menerapkan amanat dari
Pancasila itu sendiri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Manusia adalah makhluk Tuhan, dan sudah
pastinya bahwa manusia Indonesia adalah “makhluk
yang berketuhanan”. Agama adalah pedoman setiap manusia dalam menjalankan
nilai-nilai kemuliaan di muka bumi. Setiap agama apapun pada dasarnya
mengajarkan kita kepada kebajikan, dan kita sebagai manusia senantiasa
menjalankan ajaran agama kita masing-masing sebaik mungkin. Ketika kita telah menjalankan
nilai-nilai kemuliaan tersebut dengan baik, maka dengan sendirinya kita menjadi
manusia yang arif dan bijak. Manusia yang bijak adalah manusia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai “kemanusiaan”,
saling menghormati, menghargai, dan mencintai sesama manusia. Dan ketika kita sudah menjadi manusia
yang bijak dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maka dengan
sendirinya semangat “persatuan dan
kesatuan” akan terbentuk. Dengan menjiwai asas gotong-royong, kebersamaan,
dan persaudaraan demi upaya mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai suatu tujuan bersama tersebut,
alangkah baiknya kita menentukan arah tujuan bersama tersebut dengan metode “musyawarah” dengan mengedepankan
nilai-nilai kebijaksanaan demi tercapainya suatu “permufakatan”. Ketika
kita telah menjalankan segala upaya diatas dengan amanah dan bijaksana, maka
tujuan akhir kita sebagai manusia Indonesia, yaitu “keadilan sosial” akan terwujud dengan sendirinya, demi cita-cita
bangsa Indonesia, yaitu “keadilan dan
kemakmuran”.
___________________________________________________________________________________
Penulis : Ryan Muhammad, SH
Ketua Penelitian dan Pengembangan Organisasi
___________________________________________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin Salam. Filsafat
Pancasilaisme. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. 1996.
Kaelan.
Filsafat Pancasila Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia.
Yogyakarta: Paradigma. 2002.
Kaelan.
Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:
Paradigma.
2010.
Indonesia, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[1] Kaelan, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, (Yogyakarta:
Paradigma, 2002), hlm. 46.
[30]
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
[36] Kaelan, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, (Yogyakarta:
Paradigma, 2009), hlm. 62 – 63.
mantappp
BalasHapus