Press Release



PERNYATAAN SIKAP
FORUM KAJIAN HUKUM DAN KONSTITUSI MENYIKAPI TENTANG PENGUJIAN PERAN KOMISI YUDISIAL DALAM PROSES SELEKSI HAKIM DI MAHKAMAH KONSTITUSI
 



Seperi yang kita ketahui bahwa Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) sedang mengajukan Judicial Review terkait dengan keikutsertaan/peran KY dalam menseleksi hakim ke Mahkamah Konstitusi, dan diantara para pemohon adalah Hakim Agung.
Proses ini dapat dipandang sebagai upaya Mahkamah Agung untuk terus memperkecil ruang lingkup peran Komisi Yudisial (KY) dalam mewujudkan peradilan yang bersih, jujur, adil, dan berwibawa sangat diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Salah satu upaya yang bisa dilakukan KY dalam mewujudkan ekspektasi masyarakat itu ialah dengan melakukan rekrutmen hakim yang berkualitas, berintegritas, serta bernurani keadilan.
Jika mengacu pada UUD 1945, Pasal 24B ayat (1) dikatakan bahwa : “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenangan mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.”
Jadi konstitusi telah memberikan wewenang yang luas kepada Komisi Yudisial dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim (…. dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim). Hal ini harus dimaknai termasuk melakukan seleksi dalam penerimaan calon hakim agar dapat memenuhi kriteria hakim yang berkualitas, berintegritas, serta bernurani keadilan.
Berdasarkan perintah Konstitusi tersebut kemudian diaturlah kewenangan KY dalam proses seleksi pengangkatan hakim yang diatur dalam :
1. UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum pada Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi :
(2)   Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
2. UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama [Pasal 13A ayat (2) dan ayat (3)] yang berbunyi :
 (2) Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan agama dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
  (3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
3.  UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara [Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3)]"
 (2)  Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan tata usaha negara dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
  (3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Pasal inilah yang kemudian dianggap bertentangan dengan Konstitusi oleh para Hakim Agung yang tergabung dalam organisasi (IKAHI).
Kita harus menghormati upaya konstitusional dilakukan oleh IKAHI dalam menguji norma tersebut, karena itu merupakan hak setiap warga Negara yang dijamin oleh Konstitusi, namun sebenarnya keterlibatan Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan hakim adalah merupakan amanat dari konstitusi dimana dalam Komisi Yudisial diberikan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
Proses menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim sangat memiliki hubungan yang sangat tidak terpisahkan dari proses seleksi hakim. Karena proses seleksi hakim kami pandang sebagai upaya pengawasan preventif dimana dalam proses seleksi KY sangat menekankan pada Transparansi, Akuntabilitas.

Jakarta, 16 April 2015
Ketua Umum FKHK
Victor Santoso Tandiasa, SH., MH.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar