Minggu, 29 Desember 2013

PERSOALAN SAMPAH ALAT PERAGA KAMPANYE YANG MERUSAK PEMANDANGAN DAN MENGOTORI LINGKUNGAN



Walaupun Pemilu Legislatif masih beberapa bulan lagi, namun saat ini kita sudah melihat banyak alat peraga kampanye bertebaran disetiap sudut, tidak ada tempat yang saat ini bersih dari alat peraga kampanye yang sudah merusak keindahan pemandangan serta mengotori lingkungan, baik di angkutan umum, sarana-prasarana publik, jalan-jalan protkok, taman, dan tertancap di pohon-pohon. Bahkan ada juga yang dapat kita lihat di Rumah Sakit atau lembaga pendidikan seperti di tembok-tembok luar sekolah banyak stiker, pamflet para caleg.
Tindakan ini sebenarnya merupakan pelanggaran terhadap penyelenggaraan Pemilu yang sudah diatur dalam Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013 tentang perubahan kedua atas Peraturan KPU No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD pasal 17 ayat (1) huruf a yang berbunyi : Kampanye Pemilu dalam bentuk pemasangan alat peraga di tempat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, diatur sebagai berikut : a. alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah),  jalanjalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan.
            Persoalannya Peraturan KPU tersebut dinilai tidak efektif karena tidak memiliki sanksi yang memberikan efek jera bagi para peserta pemilu baik caleg maupun parpolnya. Sanksi yang diterapkan hanya sebatas adminstratif dan teguran bagi para caleg yang melanggar. Jika msih dilanggar juga, sanksi yang diberikan kepada peserta pemilu yang melanggar aturan alat peraga kampanye tersebut hanya sebatas pada pencopotan alat peraga kampanye.
Jika masih tidak mempan, maka KPU menyerahkannya kepada masyarakat untuk menilai parpol atau caleg terkait, Kalau ada caleg yang pasang diluar dari tempat yang sudah ditetapkan dalam peraturan KPU itu hanya dicopot, hanya sebatas itu. Tidak ada sanksi berat hingga mendiskualifikasi peserta pemilu tersebut. Padahal jelas tindakannya jika dilihat dari substansi pelanggarannya,
Hambatan lainnya juga terkait ketiadaan wewenang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menindak pelanggaran. Dalam hal ini, katanya, panitia pengawas di daerah hanya merekomendasikan pemerintah daerah untuk mencopot alat peraga apabila melanggar aturan.
            Padahal jika kita melihat salah satu contoh di wilayah DKI Jakarta misalnya, pemerintah daerah DKI Jakarta yang menerapkan denda 500rb bagi perseorangan warga Jakarta maupun perusahaan yang membuang sampah sembarangan dengan denda terbesar hingga Rp. 50 juta. Seharusnya hal tersebut bisa diberlakukan bagi alat peraga kampanye yang dipasang di luar dari tempat dan jumlah alat peraga kampanye yang sudah ditetapkan oleh KPU dapat dianggap sebagai sampah karena merusak Pemandangan dan Kebersihan Lingkungan, sehingga yang memasangnya dapat dikenakan perda No. 3 Tahun 2013 Pengelolaan dan Pelarangan Sampah tersebut.
Kemudian Penyelenggara Pemilu beserta Masyarakat dapat berkordinasi dengan aparatur PEMDA untuk memberikan sanksi kepada peserta pemilu yang melakuakan pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye ditempat yang dilarang sesuai dalam Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013, karena telah merusak pemandangan dan mengotori lingkungan.
Persoalan lain terkait Peraturan KPU tersebut juga tidak menjamin ongkos politik pada Pemilu 2014 menjadi murah. Pasalnya, alat peraga yang diatur hanya pada pembatasan pemasangan baliho dan spanduk, sedangkan stiker dan kalender tetap bebas disebar oleh caleg, sehingga salah satu misi KPU untuk menciptakan pemilu yang murah dan berkualitas masih sangat jauh dari harapan.
Oleh karena itu dengan masih dibukanya peluang-peluang lain terkait alat peraga kampanye, para peserta pemilu masih tetap membutuhkan dana yang besar karena biaya politik yang begitu tinggi, sehingga akan berpengaruh munculnya wakil rakyat yang corrupt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar