Selasa, 11 November 2014

MENGUJI KONSTITUSIONALITAS NORMA KEWENANGAN KPU DALAM MENYELENGGARAKAN PILKADA



Dasar Penyelenggaraan Pilkada langsung saat ini berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2014 yang mencabut UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pilkada melalui mekanisme Perwakilan (DPRD). Namun dengan keluarnya perpu ini semakin membuat Lembaha penyelenggara pilkada yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) semakin kehilangan konstitusionalitasnya dalam menangani menyelenggarakan pilkada.
Pengaturan tentang Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Konstitusi terdapat pada Pasal 22E ayat (5) yang berbunyi :
“Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”.
Sementara pengaturan Pemilu dalam konstitusi yang terdapat pada Pasal 22E ayat (1) mengatakan :
“Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali”
Selanjutnya pada ayat (2) dikatakan bahwa :
“Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan perwakilan Rakyat Daerah”
Jika kita melihat pada Pasal 22E ayat (5) dan dikaitkan dengan Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) dapat dikatakan bahwa KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri, dibentuk untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali, untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan wakil Presiden, dan DPRD.
Terkait dengan sifat KPU yang Nasional, tetap dan mandiri, diatur pada UU No. 22 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen.
Dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2011 dikatakan bahwa “KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis.” Dan pada ayat (2) dikatakan bahwa “KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap”.
Maka jika kita mengacu pada aturan dalam Konstitusi dan UU tentang Pemilihan Umum dapat disimpulkan bahwa Keberadaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten Kota adalah merupakan organ Pemilu yang bersifat hirarkis, nasional, tetap dan mandiri untuk menyelenggarakan Pemilu.
Hal itu sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 072-073/PUU-II/2004 telah menyatakan bahwa pertanggungjawaban KPUD kepada DPRD dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga berdasarkan putusan ini menjadikan istilah KPUD tidak lagi digunakan dan diganti dengan KPU Provinsi, KPU Kabupaten dan Kota, dan menjadikan posisi KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota murni sebagai organ Pemilu yang Nasional, Mandiri dan Tetap.
Tercabutnya legal standing KPU dalam menyelenggarakan Pilkada semakin diperkuat dengan disahkannya UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pilkada Perwakilan pada tanggal 26 september 2014. Pada Pasal 70 dikatakan :
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua ketentuan mengenai tugas, wewenang dan kewajiban penyelenggara pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.”
Dengan dicabutnya semua ketentuan pengaturan tentang penyelenggaraan pilkada dari UU No. 15 Tahun 2011 tentang pemilu, semakin menegaskan legal standing KPU hanya untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum yang hanya untuk menyelenggarakan pemilihan DPR, DPD, Presiden danWakil Presiden serta DPRD.
Walaupun kemudian UU No. 22 Tahun 2014 ini dicabut oleh Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pilkada langsung, tidak berarti apa yang telah dicabut oleh Pasal 70 UU No. 22 Tahun 2014 hidup kembali, karena dalam Lampiran kedua UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dikatakan bahwa :
“Peraturan Perundang-undangan atau ketentuan yang telah dicabut, tetap tidak berlaku, meskipun Peraturan Perundang-undangan yang mencabut di kemudian hari dicabut pula.”
Maka berdasarkan pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan Pilkada oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota adalah bertentangan dengan Konstitusi. Diperkuat dengan mengacu pada Putusan 97/PUU-XI/2013 Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pilkada bukan merupakan bagian “Rezim” Pemilihan Umum oleh karenanya penyelenggaraan Pilkada baik diselenggarakan secara langsung maupun secara perwakilan (DPRD) jika menggunakan KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakannya adalah bertentangan dengan UUD 1945.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar