Rabu, 03 April 2013

"SEGERA SAHKAN RUU ORMAS, JIKA ADA YANG BERTENTANGAN DENGAN DEMOKRASI DAN HAM YANG DIATUR DALAM KONSTITUSI DAPAT DIAJUKAN UJI MATERIL KE MAHKAMAH KONSTITUSI"

Oleh : Victor Santoso Tandiasa
 
 
 
Polemik mengenai pembahasan RUU ORMAS semakin menguat, arus penolakan semakin besar, demontrasi maupun diskusi-diskusi yang membahas tentang pasal-pasal yang dianggap berpotensi mengekang Organisasi Kemasyarakatan terus bergulir seakan tanpa terputus. Traumatis kelompok kontra terhadap RUU ORMAS yang menganggap pengesahan RUU ORMAS akan mengembalikan kembali kepada masa Orde Baru.
           Namun jika kita mencermati dengan seksama bahwa tahun 1985 Pemerintahan Orde Baru juga telah mengeluarkan Undang-undang yang mengatur Organisasi Kemasyarakatan yaitu UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dan Undang-Undang itu jika dikaji secara komperhensif, cenderung lebih banyak terdapat pasal-pasal karet yang berpotensi terjadinya pengekangan terhadap kemerdekaan dan kebebasan masyarakat untuk berserikat, berkumpul dan mengemukakan pendapat dimuka umum. Dengan Dasar itulah Pemerintah dan DPR merumuskan agar lebih merigitkan pasal-pasal karet tersebut.
           Kekhawatiran kelompok-kelompok yang menolak RUU ORMAS mengatakan dengan disahkannya RUU ORMAS, akan mengembalikan kita kepada Rezim Orde Baru, dan akan kembali terjadinya pengekangan-pengekangan terhadap kebebasan berserikat, berkumpul dan mengemukakan pendapat yang dijamin oleh Konstitusi pasal 28 serta 28C, semakin besar. Sehingga melakukan upaya-upaya penolakan dengan berbagaimacam cara yang cenderung Inkonstitusional dan berpotensi menimbulkan konflik Horizontal.

          Kemungkinan-kemungkinan/traumatis yang dirasakan kelompok-kelompok yang melakukan penolakan tersebut dengan menarik masa lalu (Orde Baru) sangat berlebihan, karena pasca Reformasi sudah banyak perubahan yang sangat signifikan terhadap proses Demokrasi dan HAM di Indonesia, seperti :
1. Masa Orde Baru control Media sangat lemah (Dikontrol kuat oleh pemerintah) dibanding dengan pasca reformasi yang begitu bebas memberitakan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Masa Orde Baru belum ada Mahkamah Konstitusi yang dapat menguji Undang-Undang yang melanggar hak individu yang dijamin oleh Konstitusi, namun sekarang kita telah memiliki Mahkamah Konstitusi.
3. Masa Orde Baru secara Fakta setiap orang/mahasiswa yang berbicara menjatuhkan wibawa pemerintah langsung di tangkap, namun Pasca Reformasi tindakan Menghina Presiden, Membakar Photo presiden dan Wakil Presiden, bahkan ada yang membakar lambang negara Garuda Pancasila pun tidak langsung ditangkap (menunggu adanya aduan dari Presiden/wakil Presiden) ditambah lagi dengan dicabutnya pasal penghinaan terhadap kepala negara dalam KUHP.
            Jika kita melihat secara obyektif, Jelas Warga Negara Memiliki Hak berserikat, berkumpul dan mengemukakan pendapat yang dijamin dalam konstitusi (UUD 1945)Namun Negara juga memiliki Kewenangan serta Kewajiban untuk Melindungi, Menjaga, serta Mengayomi Warga Negaranya dengan Instrumen yang berupa Regulasi (Peraturan Perundang-Undangan) yang diatur dalam Konstitusi (UUD’1945) Pasal 28J ayat 1 dan 2, yang secara tegas mengatakan :
(1)Setiap Orang Wajib Menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2)Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang yang dimaksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
            Alangkah lebih bijaksana, jika kita mempercepat agar RUU Ormas tersebut untuk segera di Sahkan dan jika memang ada pelanggaran baik terhadap HAK ASASI MANUSIA, DEMOKRASI yang sudah diatur dalam Konstitusi (UUD’1945) langkah yang dilakukan adalah melakukan langkah yang konstitusional (mengajukan Uji Materil/Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi sehingga dapat meminimalisir potensi terjadinya Konflik Vertikal maupun Horizontal. Mahkamah Konstitusi tidak hanya bisa membatalkan pasal-perpasal dalam undang-undang yang bertentangan dengan Konstitusi, bahkan Mahkamah Konstitusi dapat Membatalkan Undang-undangnya sekaligus jika memang secara keseluruhan pengaturannya bertentangan dengan Demokrasi dan HAM yg diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Konstitusi RI).
           Sementara dengan kita terus-menerus melakukan penolakan terhadap pembahasan RUU tersebut, akan semakin meningkatnya penambahan anggaran “Uang Rakyat” yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan dalam proses penyelesaian RUU Ormas tersebut. Dan itu secara tidak langsung telah menguntungkan anggota DPR untuk mendapatkan anggaran ekstra dari yang dianggarkan, yang notabene adalah uang rakyat.


Salam Bhinneka Tunggal Ika
Salam Persatuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar