Selasa, 17 Juni 2014

Kedudukan Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya berdasarkan Perda DKI Jakarta No. 11 TAhun 1993 dalam Prespektif UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan UUD NRI Tahun 1945


Air merupakan sumber kebutuhan pokok mannusia yang di karunia oleh Tuhan Yang Maha Esa. Pemanfaatan air haruslah digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan hajat hidup orang banyak. Oleh sebab itu, maka air, bumi, dan sumber daya alam yang terkandung didalamnya sudah seharusnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil, guna memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Negara harus berperan dalam memenuhi kebutuhan air bagi rakyatnya secara adil. Karena Negara memiliki kewenangan dalam hal menguasai air, bumi, dan sumber daya alam yang terkandung didalamnya. Negara Kesatuan republic Indonesia merupakan Negara yang terdiri darai ribuan puau-pulau yang terbesar didunia. Limpahan air yang berlimpah dirasa sangatlah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya baik kini dan masa yang akan datang. Tetapi untuk memenuhi kebutuhan air , khususnya air minum untuk jangka waktu yang sangat panjang dibutuhkan manajemen pengelolaan air yang layak dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.

Belakangan ini persoalan mengenai air di DKI Jakarta menjadi isu yang sangat menarik kita cermati. Persoalan kualitas air yang buruk, tarif air yang relative mahal, dan persoalan-persoalan lainnya. Pengelolaan air minum di DKI Jakarta dikelola oleh pihak swasta sebagai mitra PAM Jaya dalam memenuhi kebutuhan air minum di DKI Jakarta Bahkan Sementara itu, penandatanganan kontrak dilakukan pada 6 Juni 1997 untuk masa konsesi 25 tahun, mulai 1 Februari 1998 hingga 31 Januari 2023. Dua operator asing tersebut adalah PT. Palyja dan PT. Aetra. Mereka ditunjuk langsung untuk menyediakan air minum bagi warga Jakarta. Namun, hasil kerja sama itu justru telah merugikan PAM Jaya. Pasalnya, kerja sama ini diperkirakan akan menimbulkan utang sebesar Rp 18,2 triliun kepada dua operator. Kerugian tersebut tentunya tidak sebanding dengan apa yang didapatkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air minum. Tentunya hal ini menjadi pertanyaan, Bagaimana Kedudukan PAM Jaya dalam pengelolaan air  minum di DKI Jakarta guna memenuhi kebutuhan masyarakat sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum dan apakah kedudukan PAM Jaya yang diatur oleh Peraturan nomor 11 tahun 1993 tentang Pelayanan Air minum sudah sesuai dengan Perturan Perundang-undangan yang berlaku ? pembahasan ini dimaksudkan untuk memahami kedudukan PAM Jaya dalam pengelolaan air minum guna memenuhi kebutuhan air minum masyarakat di wilayah DKI Jakarta dan mengetahui apakah kedudukan PAM Jaya yang di atur oleh Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum sesuai dengan Peraturan perundang-Undangan yang berlaku.

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut Van Vollenhoven negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan hukum. Dalam hal ini kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan (sovereignty atau souverenitet).

Apabila kita kaitkan dengan konsep negara kesejahteraan dan fungsi negara menurut W. Friedmann, maka dapat kita temukan kajian kritis sebagai berikut:

1.  Hak penguasaan negara yang dinyatakan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 memposisikan negara sebagai pengatur dan penjamin kesejahteraan rakyat. Fungsi negara itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, artinya melepaskan suatu bidang usaha atas sumber daya alam kepada koperasi, swasta harus disertai dengan bentuk-bentuk pengaturan dan pengawasan yang bersifat khusus, karena itu kewajiban mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tetap dapat dikendalikan oleh negara.

2.  Hak penguasaan negara dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, membenarkan negara untuk mengusahakan sumber daya alam yang berkaitan dengan public utilities dan public sevices. Atas dasar pertimbangan filosofis (semangat dasar dari perekonomian ialah usaha bersama dan kekeluargaan), strategis (kepnetingan umum), politik (mencegah monopoli dan oligopoli yang merugikan perekonomian negara), ekonomi (efesiensi dan efektifitas), dan demi kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan rumusan-rumusan di atas ternyata mengandung beberapa unsur yang sama. Dari pemahaman berbagai persamaan itu, maka rumusan pengertian hak penguasaan negara ialah negara melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan, pemanfaatan dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.

Sedangkan menurut J.J. Rousseau menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai suatu badan atau organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian masyarakat (contract soscial) yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi dan milik setiap individu. Dalam hal ini pada hakikatnya kekuasaan bukan kedaulatan, namun kekuasaan negara itu juga bukanlah kekuasaan tanpa batas, sebab ada beberapa ketentuan hukum yang mengikat dirinya seperti hukum alam dan hukum Tuhan serta hukum yang umum pada semua bangsa yang dinamakan leges imperii.

Sejalan dengan kedua teori di atas, maka secara toritik kekuasaan negara atas sumber daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus dan memelihara (mengawasi) pemanfaatan seluruh potensi sumber daya alam yang ada dalam wilayahnya secara intensif.

Pada ketentuan Pasal 15 Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:

a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
f. mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
g. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
h. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

sedangkan pada ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum Wilayah DKI Jakarta yang menyatakan:

(1) Gubernur Kepala Daerah menunjuk PAM JAYA sebagai pelaksanadalam pengusahaan, penyediaan, dan pendistribusian air minum.

Dari ketentuan tersebut dapat kita simpulkan bahwa kedudukan PAM Jaya sebagai perusahaan daerah DKI Jakarta yang diberikan kewenangan secara atributif oleh Peraturan Daerah tersebut, maka PAM Jaya sangatlah berperan dan memiliki kedudukan yang cukup kuat dalam upaya menjalankan fungsinya guna memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat DKI Jakarta. Dalam hal ini pemerintah provinsi DKI Jakarta yang diwakili oleh Kepala Daerah menunjuk PAM Jaya sebagai perusahaan daerah yang menjalankan pengusahaan, penyediaan, dan pendistribusian air minum secara adil untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apabila kita korelasikan dengan teori Negara kesejahteraan menurut W. Friedman bahwa hak menguasai Negara bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Namun dalam tingkatan pelaksanaannya. Masyarakat wilayah DKI Jakarta kesulitan mendapatkan kualitas air yang bersih, air sering tidak mengalir dan tarif air yang dirasakan relative mahal oleh sebagian masyarakat yang tinggal di DKI Jakarta. Bahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dirugikan atas buruknya mitra usaha dari PAM Jaya yaitu PT. Palyja dan PT. Aetra.  Artinya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dimungkinkan mendesak PAM Jaya untuk memutus hubungan kerja dalam bidang pelayanan air minum dengan kedua perusahaan swasta tersebut. Karena PAM Jaya sebagai mandataris Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pelaksana pelayanan air minum kepada masyarakat memiliki kewenangan dan hak menguasai atas air. oleh karena pelayanan air minum dirasakan oleh sebagian masyarakat DKI Jakarta belum merata dan secara adil dan tujuan pemanfaatan penggunaan air untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat menjadi sulit tercapai. Namun persoalan pemutusan kerjasama tersebut harus diadakan re-negosiasi.

Pada ketentuan Pasal 5 Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air yang menyatakan bahwa “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. dari ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Negara yang memiliki hak menguasa atas air dan sumber daya alam menjamin kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Tidak ada Norma  yang menjamin masyarakat Provinsi DKI Jakarta untuk mendapatkan air dengan kualitas bersih. Sehingga Negara seolah tidak ada ketika masyarakat mengalami persoalan pada tingkatan implementasi. Kemudian dalam konsideran Peraturan Daerah tersebut dalam kerangka filosofis tidak terdapat semangat “Dikuasai oleh Negara” yang diamanatkan pada Pasal 33 UUD 1945. Bahkan Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sendiripun tidak memasukkan frasa “Dikuasai Oleh Negara”. Hal ini menjadi sangat penting karena kerangka filosofis dalam sebuah perturan perundang-undangan adalah roh dari peraturan tersebut dibuat dan memahami semangat peraturan tersebut dibuat dan agar tidak ada pergeseran makna dalam pasal-pasalnya. Karena pasal-pasal tersebut akan mencerminkan nilai filosofis dari landasan filosofis dalam konsideran suatu peraturan serta agar sesuai dengan cita hokum dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Dapat disimpulkan bahwa PAM Jaya memiliki kedudukan yang cukup sentral yang diberikan oleh Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum di Wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam kaitannya pengelolaan air di wilayah DKI Jakarta guna memberikan pelayanan air kepada masyarakat secara adil dan demi kemakmuran rakyat. Apabila terjadi permasalahan ditingkatan implementasi yang diakibatkan oleh mitra usaha PAM Jaya yang teidak dapat memberikan pelayanan masyarakat di wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan maksimal dan merugikan kepentingan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dan masyarakat pada umumnya, maka PAM Jaya sudah seharusnya mengambilalih secara hokum peran pengolahan dan pendistribusian air minum dari swasta demi kepentingan masyarakat dan Negara.

Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum diWilayah Provinsi DKI Jakarta dalam perumusannya tidak sesuai dengan filosofis yang diamanatkan pada Pasal 33 UUD 1945. Karena peran Negara yang memiliki hak menguasai atas air dan kekayaan alam seolah terabaikan oleh karena dalam konsideran tidak memasukkan frasa “ Dikuasai oleh Negara”. sehingga seolah tidak merepresentasikan bahwa Negara hadir ketika terjadi persoalan pada tingkatan implementasi. Bahkan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air dalam kerangka filosofis semangat kedaulatan Negara yang di jawantahkan dengan frasa “Dikuasai Oleh Negara” tidak dapati. Berbeda dengan undang-undang sebelum perubahan. Hal ini berdampak serius, oleh karena kerangfka filosofis akan diderivasikan kedalam pasal-pasal yang kemudian menjadi norma hokum yang harus ditaati. Maka dari persoalan tersebut sudah selayaknya ada revisi terhadap Peraturan Daerah nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum Di Wilayah DKI Jakarta dan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Alternative jangka pendek yang dapat di tempuh adalah mencoba untuk re- negosiasi terkait kontrak yang telah di sepakati. Kemudian alternative jangka panjang adalah ketika membuat kesepakatan dalam kontrak dengan pihak swasta, sebaiknya memberikan tambahan klausul yang menyatakan pembatalan kontrak secara sepihak oleh pihak PAM Jaya apabila dikemudian hari pihak swasta tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam memenuhi pelayanan public disektor pengairan dan merugikan kepentingan umum serta keuangan Pemerintah Daerah. Klausul tersebut juga sebenarnya dapat di masukkan dikemudian hari pada peraturan daerah guna memperkuat kedudukan perusahaan-perusahaan daerah khususnya PAM Jaya. Dengan demikian apabila terjadi persoalan ditingkatan implementasi, maka pemerintah daerah yang diwakili oleh perusahaan daerah dapat mengambil langkah dengan cepat tanpa harus tersangkut masalah hukum.


Penulis :
Kurniawan
Ketua BEM FH Universitas Esa Unggul (Periode 2013-2014)
Kordum Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ) Periode 2014-2016
PLT. Korwil ISMAHI Jakarta
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul


----------------------------------------------------------------------------------------------
Daftar Pustaka
Soehino. 2005. Ilmu Negara. Liberti Yogyakarta: Yogyakarta.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan keempat.
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum Di Wilayah DKI Jakarta.
http://www.lensaindonesia.com/2013/03/06/ahok-kerja-sama-pam-jaya-dan-pt-palyja-merugikan.html
http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/10/penafsiran-konsep-penguasaan-negara.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar